Kazusa`s only

"Kazusa tahu tidak ? Pada akhirnya, yang menjemput Putri Embun adalah seorang pangeran tampan. Rambutnya keperakan, matanya hijau emerald - seperti kamu, dan kulitnya cerah sekali. Pangeran itu juga memiliki senyum yang sangat menawan.Tingkahnya sopan dan menyenangkan. Apapun yang dikatakannya terdengar seperti musik yang dinyanyikan oleh para dewa. Putri Embun akhirnya menemukan sang cinta sejati, dan mereka hidup bahagia selamanya. Tamat~"

Kazusa menghela napas panjang. Ah, kenapa dia jadi teringat pada dongeng yang diceritakan oleh ibunya dulu itu ? Dongeng tolol tentang Putri embun dan Pangeran antah berantah. Ia tak suka dongeng, dan ibunya sering menegurnya karena itu. Menurutnya, dongeng, novel, dan sebagainya adalah racun bagi pikiran manusia, sedangkan ibunya malah berpikiran sebaliknya.

"Manusia bukan robot, Kazusa... Dongeng, adalah gudang bagi mereka yang memiliki mimpi. Dan mimpi ada untuk diwujudkan..." Kazusa mengulang kata-kata ibunya dalam diam.

Sambil mendecak ringan, Gadis berambut hitam itu turun dari tempat tidurnya yang nyaman dan bergerak menuju ke meja belajar. Di sana - tepat di sebelah kotak kecil tempatnya biasa bermain 'Tebak apa yang keluar' sendirian - terletak sebuah buku harian bersampul kain batik coklat, hadiah dari ayahnya yang khusus beliau dapatkan dari Indonesia.

Ia mulai membuka halaman kosong dari buku itu. Dipungutnya sebuah pulpen bertinta hijau di laci meja dan setelah menimbang-nimbang sebentar, ia pun mulai menulis.


Hi, Diary...
Sebelumnya, aku ingin minta maaf karena akhir-akhir ini sering melupakanmu. Habisnya... aku nggak tahu harus menulis apa ! Tapi hari ini ada sesuat seseorang yang lumayan menarik perhatianku. Bukan dalam artian cinta, itu menjijkkan. Hanya saja, orang itu memang unik. Dia.. seakan menelanjangiku dengan kata-katanya, dan aku tidak bisa berkutik.

Ceritanya, saat itu aku sedang menyendiri di tempat rahasiaku di hutan - sendirian. Tapi tiba-tiba, dia datang dan bergabung. Seorang kakak kelas dari Latent, sama denganku. Lebih dari segalanya, yang mebuatku terpukau pada Kak Hayashi ( Oh iya, namanya Hayashi. Bagus juga, pas dengan sifatnya ) adalah penampilannya. Ia mengingatkanku pada pangeran dalam dongeng yang pernah diceritakan ibu : Tinggi, bermata hijau, rambut perak lembut, juga sangat sopan. Ia nampak cantik, tapi saat kubilang begitu, ia marah. Padahal itu kan pujian ! Ia juga punya kemampuan untuk membaca pikiran. Kacamatanya membuat dia nampak pintar - atau mungkin dia memang pintar ya ? Karena baunya begitu sih...

Ia baik, aku diberi permen rasa jeruk. Terlepas dari kemungkinan itu hanya balas budi karena aku telah meberinya pena bulu atau tidak, aku sangat menghargainya. Apalagi saat hujan turun, dia berusaha membuatku hangat dengan meminjamkan jaketnya. Aku harus mengakui kalau SEMUA yang telah ia lakukan padaku tadi siang membuatku merasa senang dan... Yah, rasa senang ini bukanlah rasa senang yang biasa. Jantungku berdebar-debar tanpa henti. Kenapa ya ? padahal sebelumnya aku tak pernah begini.

Dan entah bagaimana, aku sangat- sangat ingin bertemu dengannya lagi. Banyak yang ingin kuketahui, dan banyak juga yang ingin kupastikan. Semoga Tuhan mengabulkan keinginanku.

Kazusa menutup bukunya dan memainkan pena hijaunya. "Kak Hayashi... Pangeran Ashford ?" Gumamnya sambil membayangkan figur nyata itu dengan sang tokoh fiktif. Merasa geli sendiri, Kazusa turun dari kursi belajarnya dan kembali ke kasurnya untuk tidur.

Paginya, ia bangun dengan perasaan tenang seperti biasa dan bergegas menuju ke sekolah.

[OUT]