“Hoamm...” suara semua anak perempuan terbangun yang ada dikamar 3. Semua anak perempuan bangun dengan bersamaan kecuali Ran. Semua anak pun akhirnya membangunkan Ran. “Ran~chan bangun!” teriak Anabelle, salah seorang anak perempuan yang berada dipanti asuhan. “Tidak ah,” jawabnya sambil mengurung dirinya dikamar. Akhirnya mereka pun pergi meninggalkan Ran. Ran melihat keadan sekitar.
Masihkan mereka didalam ? tanyanya pada dirinya sendiri sambil celingak-celinguk. Setelah mengetahui keadaan aman, ia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Entah apa yang ia sembunyikan dari teman-teman sekamarnya. Ran pun mengambil sesuatu dari balik bantal. Sebuah foto dengan anggota berjumlah empat orang. “Ohh...andaikan kalian masih ada disampingku, aku tak akan bersedih setiap waktu,” katanya pelan sambil menempelkan foto itu dipipinya. Entah itu foto siapa. “Ohh Ayah, Ibu, dan Ka Mine,” katanya lagi dengan meneteskan beberapa butiran air matanya yang membasahi foto dan juga mukanya. Hmm...mungkin ini adalah foto keluarganya yang meninggal 4 tahun lalu. Meninggal dalam kecelakaan yang berbeda. Yang pertama Ayahnya yang bunuh diri karena terjerat hutang yang banyak, kedua Ibu yang meninggalkan tertiban reruntuhan pada saat ada rumah yang sedang direnovasi, dan terakhir Ka Mine yang meninggal entah karena apa, waktu itu masih diketahui bunuh diri atau dibunuh. Saat itulah Ran berada dipanti asuhan ini. Walau disini terlihat ceria sekali dan banget. Didalam-dalam hatinya, ia sangat bersedih. Untuk menutupi itu semua Ran pun bersikap biasa dan menganggap semua adalah cobaan dari sang pencipta. Mungki gilirannya akan datang dalam pikirnya. Karena sudah merenung, Ran pun kembali keluar. Ia pun menghapus air matanya dan bersikap habis bangun tidur. Saat keluar, suasana ruang makan begitu hening. Tanpa suara, hanya ada suara garpu dan sendok beradu. “Met pagi!” sapanya dengan ramah dengan senyuman ramah pula, walau tanpa ekspresi. Semua anak-anak panti asuhan melirik kearah Ran. Mereka pun ceria kembali, entah karena apa. Suasana pun menjadi gaduh. “Met pagi ka!” sapa adik-adik dibawahnya. “Met pagi dik!” sapa kakak-kakak diatasnya. “Met pagi juga Ran!!” sapa semua temannya yang seumuran. “MET PAGI RAN!!!” teriak mereka semua dengan gembiranya. Bagaikan baru melihat bidadari pembawa keceriaan. “Pengen makan apa ka ?” tanya Tama, seoranga adik yang umurnya dibawahnya. “Hmm...aku minta sushi dan juga onigirinya ya!” jawabnya dengan riang. “BAIK!!” kata Tama sambil pergi mengambilkan makanan. Tama pun mengambil makanan sesuai permintaan Ran. “Oh ya Ran..” kata Miruki atau biasa dipanggil Miracle, karena anaknya ajaib bin ajib/keren. “?” bingungnya sambil mengangkat dagunya. “Hmm..tahu tidak, kalau disekitar kota sebelah ada sekolah yang gedungnya bertingkat dan juga besar, dan tidak lupa luas,” jawabnya sambil mengoceh. “Oh ya ? kapan kau melihatnya Mira ?” tanya Ran lagi. “Pas aku lagi jalan-jalan sama Anabelle. Biasanyakan kalau sekolah bisa dimasuk kapan saja, maupun anak sekolah itu atau bukankan ? tapi ini lain dech! Kata penjagany sih, cuman orang yang punya alice,” jawabnya panjaaang banget. “Alice apaan tuch ?” tanyanya dengan penuh kebingungan. “Kata penjaganya sih. Hmm...kalau tak salah seperti kekuatan luar biasa yang, dan itu khusus anak seperti itu,” jawabnya dengan serius. “Kalau begitu aku cocok donk kesitu,” kata Anabelle tiba-tiba masuk dalam pembicaraan. “Alah, memang kamu bisa jadi apa ? nenek-nenek ?” ejek Miruki. Mereka berdua pun tertawa. “SALAH! Aku punya bakat buat dandan,” jawabnya sambil tersenyum kecut. Miruki dan juga Ran saling memandang muka. Mereka pun mengangkat bahu. “Sreet...” ada sesuatu yang menyeret bajunya. Ran menoleh, ternyata Tama sambil memperlihatkan piring yang berisi onigiri dan juga sushi. “Oh thank’s Tama~chan,” Ran pun berterima kasih kepada Tama sambil mengusapkan tangannya kekepala Tama. Tama pun merasa senang. Ia pun pergi kekamar 2.
Pagi berganti siang. Jam 8 berganti jam 1 siang. Ran pun merenung kembali. Merenung apa artinya alice. Tiba-tiba suara pintu diketuk terdengar. “Permisi Ran, bisakah kau bantu Bunda untuk membelikan sayuran ini,” suruh Bunda, pemilik panti asuhan. Bunda pun memberikan sebuah kertas kecil yang berisi :
- Quote :
4 Lobak, 4 wortel, 2 terong, 5 buncis, 30 ramen, 4kg daging sapi/ayam, 2bungkus nori/rumput laut, 3kg jeruk, 10liter air soda, 2 butir obat batuk, termometer, 1bungkus obat panas, 30 sikat gigi, 30 pasta gigi, 10 sabun mandi yang isinya 500 ml, 10 shampoo yang isinya 500 ml
“Ck..ck..ck..Bunda tumben lagi banya uang ya ? habis belajaannya banyak,” kata Ran sambil meraih kertas itu. Bunda pun mengangguk dan tersenyum manis. Aura wanita 29 tahun ini sangatlah manis, itu pun membuatnya merasa awet muda. Bunda pun memberinya uang sebesar 5000 yen. Ran pun meraih uang itu. “Kalau begitu aku permisi dulu ya,” kata Ran sambil pergi keluar dengan riangnya. Ran pergi dengan begitu senang. Lumayan, jarang sekali kalau pergi-pergi begini. Ia berjalan menuju super market terdekat. Saat disana ia langsung cepat mengambil barang-barang tersebut dan segera kekasir dalam waktu 5 menit. “Semuanya menjadi 2710 Yen,” jawab kasir itu dengan ramah. “Ada lagi ?” tanya kasir itu menawarkan. Adakah yang ingin kubeli ? oh ya susu! Dalam batin Ran. “Susu coklatnya yang bubuk masih ada ?” tanyanya ramah. “Ini dia,” katanya sambil memberikan satu kardus kecil. “Jadi 2800 Yen ya ?” katanya sambil mengeluarkan 3000 Yen. Kasir itu pun mengangguk kecil. Ran pun membayarnya dan tidak lupa kembaliannya. “Datang lagi ya!” kata kakak itu sambil melambaikan tangan dengan ramahnya. Ran berjalan kecil. Ia pun sampai didekat trotoar. Dia melihat Anabelle dan juga Miruki berjalan ditengah trotoar. Ran pun memperhatikan mereka. ‘Setumben-tumbennya mereka jalan-jalan’ pikirnya dalam batin. Miruki pun berjalan lambat begitu juga dengan Anabelle. Mereka saling buang muka. Sepertinya mereka sedang marahan. “Miruki dan Anabelle awas!!” teriak Ran yang melihat lampu merah menjadi hijau. “Eh ?” bingung mereka. Mereka pun teriak, pahal mobil masih jauh. Tapi mereka masih teriak-teriak juga. Mobil itu bergerak capat dan jalannya ugal-ugalan. Ran pun berlari dan mendorong Anabelle dan Miruki dan akhirnya Rannya pun selamat. Entah tak ada orang yang berkumpul. Mereka bagaikan tidak melihat apapun. Si supir mobil tadi juga tak heran. Yang heran hanya mereka, yaitu Anabelle, Miruki dan juga Ran. “Ran!!” teriak mereka berdua. Ran terbangun. “Meong*!!” jawab Ran. “Ran kau...” jawaban mereka pun terputus karena tak tahan menahan tawa. “Kau jadi kucing!! Hahahahah” tawa mereka yang tak tertahankan.
Apa yang mereka pikirkan ? pikirnya. Ia pun memandangi dirinya dikaca toko-toko dipinggiran jalan. “MEOONGG*!” teriaknya tak percaya. Kedua sahabatnya itu pun masih tertawa. “Eoongg*!!” teriaknya sepertinya marah.
Mereka bertiga pun tertawa diperjalanan. “Ternyata kau punya alice ya Ran ?” kata Miruki sambil membawa Ran. “Tul...betul itu!” kata Anabelle membawa barang belajaan yang tadi selamat. Ran yang belum berubah menjadi semula, ia juga masih tersenyum kecut. “Ok deh, sekarang kamu enak Ran. Kau bisa pergi kesekolah itu,” kata Miruki.
Sesampainnya dipanti asuhan. “Mana Ran ?” tanya Bunda yang sudah ada didepan pintu. “Bunda nanti kita bicarakan nanti malam, setelah semuanya tidur,” jawab Anabelle. Mereka bertiga pun masuk kamar 3. “Bagaimana ini Ran ?” tanya Anabelle dengan begitu merinding. “Sudah tenang, Bunda akan selalu mendukung anak-anaknya kok,” kata Miruki. “Hey Anabelle, Hey Miracle, dan Hey Ra...” sapa Ai atau sering dipanggil Onet, Onet adalah anak kandung Bunda. “Sttt...jangan berisik ini rahasia kita berempat,” kata Anabelle sambil mengarahkan telujuk kanannya kebibirnya. “Rahasia apa ?” tanya pelan. Akhirnya Miruki, Anabelle pun menceritakan semua kejadiannya.
Tanpa sengaja, jam pun sudah menidurkan anak ruangan kelas 1,2, dan juga 4. Hanya mereka berempatlah yang belum tidur. “Ohh, saya sekarang tahu. Kesimpulannya hanya Bunda yang akan menyipulkannya,” kata Onet sambil mengangguk kecil. Memang Onetlah yang paling pinta dibagian curhat dan juga jaga rahasia. “Begini sekarang kita bicara dengan Bunda,” saran Onet. Mereka berempat pun pergi keruang kosong. Tempat Bunda biasa merenung. “Bunda, aku mau mengakui,” kata Anabelle dan juga Miruki. “Yaphhh,” kata Bunda dengan senang. Akhirnya Onet, Anabelle, dan juga Miruki menceritakannya dengan gugup. “Ohh Bunda mengeti,” kata Bunda mengakhiri cerita mereka. “Begini saja, kata Miruki ada sekolah khusus anak alice kan ? Mungkin besok Bunda akan membawa Ran pergi dari sini dan tinggal disana,” kata Bunda dengan santainya. Mereka bertiga sedikit schok. Masa bidadari penyegar hati dan juga keceriaan itu harus pudar dari kenyataannya. “Kalau begitu tak apa kan, yang penting kita masih bisa bertelepon dengannya. Untukmu, ini hadiah untukmu,” kata Bunda dengan ramahnya sambil menyodorkan sebuah bandu berbentuk telinga kucing. Bunda pun memakainnya kekepala Ran. Tiba-tiba Ran pun kembali. “Wahhh...bunda thank’s” katanya berterima kasih. “Jadi mulai besok aku harus pergi,” kata Ran sedih walau tidak sedih-sedih sekali. “Sudah Ran kamu siapkan sekarang dan pergi besok, kalian betiga cepat tidur!” suruh Bunda. Mereka pun pergi meninggalkan Bunda. Ran pun menyiapkannya. Mereka bertiga belum tidur tapi membantu Ran membereskan bajunya. “Oh ya Ran, jangan lupa fotonya,” kata Miruki sambil menyodorkan foto yang tadi. Ran pun menerimanya. Dan akhirnya mereka pun tertidur lelap.
Malam pun berganti pagi. Mereka suda siap kehilangan bidadari keceriaan. “Terima kasih kalian sudah menjadi sahabat terbaik dan terindah bagi hidupku aku akan sering menelpon kalian semua,” katanya sambil pergi melambaikan tangannya. Ia pun pergi kedalam kehidupan barunya. Ia pun diatar bersama Bunda. Saat terakhir bagi hidupnya dipanti asuhan.
OOC :
*Meong : Awwww!!
*MEOONGG : TIDAKK!!
*Eongg : Uhhh...