Away

Dua orang. Ya, di pinggir sungai yang mengalir tidak terlalu deras ini, terlihat ada dua orang yang nampaknya sedang bercakap-cakap. Yang satu adalah seorang anak perempuan berambut pendek warna merah. Yang satu lagi adalah seorang anak laki-laki berkacamata. Ennis kenal dengan anak laki-laki tersebut. Arvert—ya, itu nama panggilan anak laki-laki berkaca mata itu. Dia berada di tingkat yang sama dengan Ennis di Abstract School—High School - A, oleh sebab itu Ennis kenal dengannya. Ada satu hal yang kini menarik perhatiannya. Apa yang sedang dilakukan Arvert di hutan bersama seorang anak perempuan yang Ennis yakin adalah junior-nya di Abstract School. Kencankah? Hmm, benar-benar tidak disangka.

Saat ini Ennis berada cukup jauh dari mereka—well, cukup jauh untuk dapat disadari kehadirannya. Ah, jangan salah sangka. Ennis tidak membuntuti mereka. Ennis bukan seorang stalker... tidak juga sih, kalau dari awal Ennis tahu Arvert akan melakukan sebuah pertemuan rahasia dengan seorang gadis di hutan, hmm, sudah pasti dia tidak akan melewatkan kesempatan melihat sesuatu yang "menarik" seperti yang sedang terjadi di hadapannya. Hahaha, saat ini Ennis merasa beruntung karena dia bisa secara kebetulan menemukan sesuatu yang menarik saat sedang berjalan-jalan di hutan seorang diri.

Ennis tetap berada di posisinya. Bersembunyi di balik pohon besar yang tumbuh kokoh. Dia memutuskan untuk mengamati terlebih dahulu dari jauh daripada menghampiri dan mengganggu mereka. Well siapa tahu hal yang diduga oleh Ennis salah.

Sedang marahan kah? Maklum, Ennis tidak tahu apa-apa. Dia memang sering menyimpulkan apapun yang terjadi disekitarnya tanpa memikirkan fakta yang ada. Hmm, melihat dari gerak-gerik Arvert sih, sepertinya sikap dia memang terlalu cuek. Apa benar ya itu pacarnya? Hmmfff, kalau pun tidak, seharusnya Arvert tidak memperlakukan seorang perempuan seperti itu... masa sih harus diajari?

Tanpa berpikir panjang lagi, anak perempuan yang suka berbuat seenaknya ini lalu menghampiri dua orang yang terlihat sedang bertengkar itu. Dengan pikiran yang sudah fixed menganggap, Arvert sedang ada masalah masalah dengan pacarnya, dan kini Ennis akan datang membantu-nya menyelesaikan masalah, Ennis menyapa mereka dengan keras sambil tetap berjalan mendekat.

"Wooooiiiiii! Sedang apa nih?"

—Ennis benar-benar tidak memahami situasi yang sedang terjadi, sungguh.

Eh? Eehhh!?

Apa yang terjadi? Ennis hanya bisa diam terpaku di tempat melihat dua orang dihadapannya berseteru. Dia bingung harus berbuat apa. Mencoba melerai atau hanya diam menonton saja... Ennis menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia memikirkan efek jika dua tipe Alice yang serupa itu malah mengenai dirinya. Ah, mungkin lebih bijak jika tidak mencampuri urusan dua orang itu. Walau, ya, Ennis mengenal Arvert dari wajah, mereka berdua belum pernah sekalipun bertegur sapa. Ennis tidak mengetahui individu seperti apakah Arvert itu. Lalu anak perempuan satunya, tidak ada satupun yang Ennis tahu darinya selain mengetahui bahwa anak itu adalah juniornya.

"Errr, don't mind me... please, go on."

Ennis mundur selangkah demi selangkah. Mencari tempat yang aman untuk memperhatikan tingkah laku dua orang yang ditemuinya di hutan ini. Hingga dia mengetahui masalah yang terjadi diantara mereka, selama tindakan mereka tidak berusaha menyakiti Ennis, selama tidak ada yang meminta tolong, tidak ada alasan untuk Ennis ikut campur dalam konflik tersebut. Better safe than sorry.

BRUKK...

Seseorang menabrak Ennis... atau Ennis yang menabrak orang itu ya? Ah, entah siapa yang kurang hati-hati. Enniskah? Atau orang yang menabraknya. Ya, soalnya Ennis tadi juga sedang berjalan mundur, dan dia tidak bisa melihat ke belakang tanpa memiliki mata di punggungnya, bukan? Yah, wajarlah kalau Ennis tidak bisa mengantisipasi hal itu atau membuat orang yang bertabrakan dengannya merasa kagok.

But, hey! masalahnya bukan itu. Tabrakan yang terjadi, walaupun tidak terlalu keras namun cukup untuk membuat Ennis terhuyung dan jatuh terjerembab. Pijakannya memang sedang tidak bagus tadi. Saat terjatuh, Ennis menahan laju jatuhnya dengan tangan kirinya dan dengan sukses membuat pergelangan tangannya terkilir. Damn, it's hurt!! Sambil tetap terduduk di hamparan rumput, Ennis hanya bisa merintih kesakitan memegangi tangannya. Air matanya tidak tertahankan lagi karena rasa sakitnya yang luar biasa.

"Ahaha, maaf, tadi saya tidak melihat anda. Wah, tanganmu sakit ya? perlu ke klinik?"

Orang yang menabrak Ennis itu malah tertawa walaupun (untungnya) dia juga akhirnya meminta maaf. Awalnya Ennis sempat mau marah dengan orang itu, namun dia sadar marah tidak akan membuat rasa sakit ditangannya hilang... mungkin malah memperparahnya. Sepertinya memang sebaiknya cedera di pergelangan tangannya itu diperiksakan ke klinik. Ennis tidak tahan dengan rasa sakitnya. Tawaran orang yang menabraknya itu d terimanya.

"Ugghh... kamu harus bertanggung jawab, antar aku ke klinik! Aku susah untuk berdiri sendiri, rasa sakit ini telah membuatku merasa sangat lemas."