Canon S Altair

Canon duduk disalah satu bangku panjang, di taman yang dekat dengan rumahnya. Kedua kakinya yang kecil bergoyang-goyang dengan santai dan senangnya. Suara isak tangis membuat Canon terkejut. Suara itu berasal dari gadis yang duduk disampingnya. Canon memberanikan diri untuk bertanya kepada gadis itu.

"Um, kakak kenapa?" tanya Canon khawatir, apakah gadis itu terluka atau tidak. Atau mungkin mempunyai masalah. Gadis itu tidak membalas pertanyaannya, terdiam dengan air mata yang masih mengalir dengan derasnya. "Kakak.. terluka?"

"...Pasti tidak lulus... Mustahil...!" bisik Gadis itu parau. Kenyataan yang harus ia terima terlalu sulit, dan harapan itu seolah sudah tidak ada lagi, semuanya sudah musnah. Padahal satu-satunya kesempatan sudah hampir ia dapatkan, tapi hilang. Dua buah tangan kecil mengenggam salah satu tangannya yang gemetaran. "Aku.. tidak pandai berbicara kalau diwawancara..." Gadis itu semakin panik.

"Wawancara...?" Canon terdiam sejenak dan ia mendongakkan kepalanya, tersenyum polos kepada gadis yang masih menangis itu. Cahaya-cahaya kecil, gemerlap, berkumpul disekitar mereka. "Di dalam diri kakak, ada kemampuan untuk tampil di depan umum. Dan kemampuan itu sudah ada sekarang."

Beban berat yang menghimpit hati gadis itu perlahan terangkat dan menghilang begitu saja entah kemana. Tentu saja gadis itu heran, hanya dengan kata-kata sederhana, anak laki-laki kecil itu sudah menolongnya banyak. Namun gadis itu tidak mau berpikir banyak lagi.

"Terima kasih.." Gadis itu akhirnya tersenyum kepada Canon. "Selamat tinggal adik kecil." Wajah gadis itu terlihat begitu bahagia.