Rain Dance

Quote :

"Oh? Beberapa orang berbohong untuk 'hal seperti ini' kok."
"Disana berbahaya! Tidak mau!"

Luke tersenyum kecil kepada gadis itu. Sepertinya, gadis itu benar-benar tidak melunak sama sekali. Tapi itu bukan masalah. Masalahnya adalah mengapa membawa gadis ke Hospital itu berbahaya? Bukankah itu tempat yang aman dan tepat untuk merawat gadis itu? Luke tidak habis pikir. Apakah gadis yang memegang pisau itu mempunyai trauma atau semacamnya.

Quote :

"Terserah anda, nona-- setidaknya kita berteduh di tempat yang layak,"
"Iya! Aku ta..."
"Baik, bawa... dia ke Hospital."
"Berikan padanya, kalau sudah bangun."
"Cepat... Aku percayakan padamu "

Luke menghela nafas lega. Setidaknya, pemuda itu berhasil meyakinkan kalau tempat yang tepat untuk merawat Bi adalah di Hospital. Keadaan gadis itu sendiri juga tidak dibilang baik. Dari lukanya, kelihatan kalau ia sepertinya terjatuh. Gadis itu melirik Luke dari balik lengannya.

"Nona.. tidak apa-apa? Lukanya tidak sakit?" tanya Luke khawatir kepada gadis itu. Mereka juga harus segera pergi ke pohon yang lebih nyaman dan aman untuk berteduh dari hujan yang turun dengan derasnya. "Perlu saya gendong?" tawar Luke.

Quote :

"Ah,Luke,sedang apa disini?pas hujan lagi.."

Suara seorang pemuda cukup mengagetkan Luke. Ia segera menoleh ke belakang dan mendapati sesosok pemuda yang pernah dilihatnya di atap dulu bersama dengan Nacht. Sejujurnya, Luke lupa dengan nama pemuda itu tapi ia mengenalnya.

"Anda... siapa?" tanya Luke. Ia mengenal pemuda itu, tapi ia lupa akan nama pemuda itu. Luke bukan orang yang pandai mengingat nama. Apalagi, ia bertemu banyak orang, ia harus menghafal nama-nama orang yang ditemuinya. Luke mencoba mengingat meski samar-samar. " Sa...kurai, bukan?"

"Baik, bawa... dia ke Hospital."

Hayate mengangguk pelan dengan tatapan datar. Kemudian mengambil pisau yang disodorkan gadis itu. Entahlah apa mereka mau ikut atau tidak-- masalahnya payungnya cuma satu. Sebodo.

Tanpa bilang permisi lagi-- Hayate membuka payungnya dan berjalan meninggalkan kerumunan dengan membawa gadis yang bernama Bi tadi.

---

EDITED TO ADD: saya sama Bi langsung ke tret ini

maap tulisannya gede2, biar tertarik untuk baca post ini ajah *ngga penting**digorok*

Ruru menatap Hayate yang menggendong temannya itu pergi menjauh. Ia menghela nafas panjang, entah karena senang atau hal lain?
Yang pasti satu masalah telah selesai, kini saatnya pikirkan diri sendiri.

"Nona.. tidak apa-apa? Lukanya tidak sakit? Perlu saya gendong?"

Ah.. Senior yang satu ini terkesan- protective ya? Lagipula pemuda ini dari tadi hanya senyum-senyum sendiri, apa dia tidak kedinginan?

"Tentu saja sakit kalau jatuh!" Ruru akhirnya jujur dengan susah payah soal kondisinya sekarang. Lalu ia lanjutkan lagi,
"Aaah.....Berhenti dengan bicaramu yang hyper-formal itu!" Gadis egois ini melepas lengannya-dari matanya dan kembali memarahi (?) Luke.
Tapi orang ini baik juga.. Menawarkan service digendong secara cuma-cuma. Erm..... setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya cukup seru dan menarik.

"Kalau begitu, kemari, gendong aku" Ujarnya datar.
Um, well.. Terkesan seperti orang tak-tahu-malu, tapi yah..

Quote :

"Tentu saja sakit kalau jatuh!"
"Aaah.....Berhenti dengan bicaramu yang hyper-formal itu!"
"Kalau begitu, kemari, gendong aku"

Kali ini, gadis yang Luke belum mengetahui namanya itu, kembali memarahi dirinya. Entah apa yang salah dengan diri Luke sehingga dimarahi. Ataukah gadis itu memang memiliki darah panas, alias cepat marah. Dan dia juga mengkritik cara berbicara Luke yang terlalu formal. Sepertinya cara bicara Luke yang formal menganggunya. Luke bukannya marah atau kesal, tapi malahan ia ingin tertawa. Apalagi gadis itu mau menerima tawaran Luke untuk digendong. Ternyata gadis itu tidak seperti yang Luke duga.

"Maafkan saya, kalau cara bicara saya terlalu formal untuk nona. Tapi, gaya bicara saya memang begini." sahut Luke kepada gadis itu. Luke berharap saja semoga gadis itu mengerti dan tidak mempermasalahkannya. "Nona mau digendong ala putri atau di punggung?" tanya Luke memastikan.

"Maafkan saya, kalau cara bicara saya terlalu formal untuk nona. Tapi, gaya bicara saya memang begini."

"Sudah kuberi tahu.. jangan diulangi dong!!!" ..Lagi lagi Ruru marah soal yang ga penting, gaya bicara saja kok jadi masalah.

"Nona mau digendong ala putri atau di punggung?"

Ruru sempat terkejut selama beberapa sekon saat mendengar dua tawaran dari Luke.
"Gendong ala putri?! Kau bercanda?!" Ujarnya kesal, sepertinya tiap bicara dengan Luke nadanya selalu tinggi, eh?

Ruru tidak mau terlalu mencolok dengan melakukan hal memalukan seperti digendong ala putri-oleh senior yang baru dikenalnya. Tapi kalau di punggung, Ruru agak was-was karena takut jatuh. Yang mana dong?

"Ehm.. lupakan.. cuma bercanda, Gendong ala putri!" Yeah.. begitu mudahnya ia merubah pikirannya, tanpa merasa bersalah dari tadi sudah membentak bentak orang lain

Quote :

"Sudah kuberi tahu.. jangan diulangi dong!!!"
"Gendong ala putri?! Kau bercanda?!"
"Ehm.. lupakan.. cuma bercanda, Gendong ala putri!"

"Maaf..." Spontan Luke langsung melontarkan permintaan maaf. Sekedar, menahan tawanya agar tidak meledak sewaktu-waktu. Baru kali ini Luke bertemu dengan gadis yang berdarah panas dan spontan seperti ini, mengatakan apa yang ada dipikirannya langsung. Jarang-jarang ia bisa bertemu dengan gadis yang unik seperti ini. Luke membungkukkan sedikit badannya. "Permisi, nona." Luke menggendong gadis itu layaknya seorang putri. Dan, mereka harus segera mengungsi ke pohon yang lebih besar dan aman.

"Tuan Sakurai, anda akan ikut dengan kami atau anda akan menunggu di sini?" tanya Luke kepada Sakurai.

"Maaf...Permisi, nona."

Luke mengangkat Ruru dan menggendongnya. Ok, hal baik mendahulukan seorang gadis. Tapi tetap saja gaya bicara Luke membuat Ruru terganggu.

"Ahhh... Entah aku harus apa !" Ia menggerutu sebal sambil mengehela nafas, memikirkan apa yang harus dilakukan untuk membuat pemuda yang menggendongnya tidak memakai bahasa formal lagi.
Well, gara-gara dari tadi naik darah terus--Ruru jadi melupakan badannya yang kedinginan.

"Tuan Sakurai, anda akan ikut dengan kami atau anda akan menunggu di sini?"

Terdengar Luke mengajak temannya yang sedari tad berdiri di situ. Yaa ikut atau tidak, bukan masalah Ruru.
"Huff....." Gadis itu mengehela nafas lagi, entah untuk yang keberapa kalinya. Ia bersender pada lengan Luke, seperti sedang berbaring santai di sofa.

"Oke, Maju!" Ruru mengulurkan tangannya ke depan dan menunjuk lurus.

------------------------------------------------------------------------------------------
OOC :@Luke: Mau pindah atau tetep disini?

Hujan deras tiba-tiba saja turun, Sayumi yang sedang tidur di pohon jadi terbangun karena tetesan air yang jatuh menimpah wajahnya "ah hujan..." Sayumi pun langsung berlari tak tentu arah hingga sampai di woods. Sayumi melihat sekeliling semuanya dipenuhi pohon lebat "sepertinya aku dihutan??" sambil terus berlari sayumi tiba-tiba melihat beberapa orang sedang bekumpul dan 1 dari mereka sedang megendong temanya."disana ada apa ya??" pikir Sayumi.

Sayumi pun menghampiri mereka. Ketika sampai disana ia melihat beberapa dari mereka berlumuran darah dan ada yang memegang pisau dengan sepontan Sayumi langsung berteriak " KYAA......PEMBUNUHAN.." Sayumi yang sangat kaget langsung berlari dan tiba-tiba ia terjatuh.

Quote :

"Ahhh... Entah aku harus apa !"
"Huff....."
"Oke, Maju!"

"Hmph. Maafkan saya." Luke tersenyum kecil, ia berusaha menahan tawanya. Gadis yang digendongnya itu terlihat seperti komandan yang memerintah anak buahnya. Luke sendiri masih belum mengetahui nama gadis ini. "Bolehkah saya mengetahui nama nona? Kalau nona tidak keberatan." Luke tersenyum kepada gadis itu.

Quote :

" KYAA......PEMBUNUHAN.."

Luke tersentak kaget. Di hutan dengan hujan deras seperti ini, ada yang berteriak pasti akan membuat orang terkejut. Luke segera menoleh ke arah suara yang berteriak itu, suara seorang gadis. Pandangan Luke menangkap sosok gadis yang tidak jauh dari mereka. Dia pasti salah paham soal pisau dan gadis terluka.

"Tidak ada pembunuhan disini, nona." sahut Luke menjelaskan kepada gadis yang berambut pendek itu.

"Hmph. Maafkan saya."

Eeeeih.. Ingin rasanya Ruru berkelahi dengan Senior satu ini sampai babak belur *diinjek*. Ia menggelengkan kepalanya keras keras,
"Kenapa harus 'Saya' sih?" Katanya, sambil mencengkram kerah baju Luke keras-keras. Oh... Ayolah, Ruru. Berlaku tidak sopan pada senior hanya akan membuatmu dihukum lagi!

"Bolehkah saya mengetahui nama nona? Kalau nona tidak keberatan."

"Huuuf! Aku ke-be-ra-tan" Jawabnya tegas, sambil bersandar lagi di lengan Luke. Nih anak ga tau malu ==a.
"Seorang Bos takkan membeberkan rahasia perusahaannya begitu saja, kan?" Lanjutnya dengan senyum sombong terpampang diwajahnya.
Sebentar.... Jika Ruru tidak memeberi tahu identitasnya, bisa jadi ia akan diduga penyusup!
"Ermm.. Lupakan lagi, Aku Rurua Mitama wakil tetua Mitama Family" Ruru memberi tahu namanya, alias mmbocorkan rahasia perusahaan (?)

"KYAA......PEMBUNUHAN.."

Ruru tiba-tiba dikagetkan oleh suara pekikkan seorang gadis yang berada dekat mereka. Seulas senyum jahat menunjukkan bahwa gadis boneka ini merencanakan sesuatu.
"Tidak ada pembunuhan disini, nona."
Terdengar suara Luke yang menyatakan kondisi baik-baik saja, Ruru dengan segera menutup mulut seniornya itu.
"Ssh! Diam!!" Katanya sambil melotot.

Ruru kembali menatap gadis yang berteriak itu, ia terjatuh.
"Kamu! Kemarilah, biar kubunuh kau!" Ruru mencondongkan badannya kedepan, sambil tertawa puas, menakut-nakuti siswi itu.

Quote :

"Tidak ada pembunuhan disini, nona. "sahut Luke menjelaskan kepada gadis yang berambut pendek itu.

Sayumi pun melihat laki-laki yang memberitahunya,Sayumi pun agak tenang sambil menghelas nafas Sayumi bertanya pada laki-laki tersebut"jadi ini sebenarnya ada apa??"tanyanya pada laki-laki itu.

Quote :

"Kamu! Kemarilah, biar kubunuh kau!" Ruru mencondongkan badannya kedepan, sambil tertawa puas, menakut-nakuti siswi itu.

tiba-tiba ada seorang wanita meyodorkan pisaunya kearah Sayumi
"M....mau apa kau???"tanyanya pada wanita itu..

Quote :

"Kenapa harus 'Saya' sih?"
"Huuuf! Aku ke-be-ra-tan."
"Seorang Bos takkan membeberkan rahasia perusahaannya begitu saja, kan?"
"Ermm.. Lupakan lagi, Aku Rurua Mitama wakil tetua Mitama Family."

"Nona tidak perlu mempermasalahkan gaya bicara saya. Itu bukan hal yang penting." sahut Luke berusaha menahan tawanya agar tidak meledak. Gadis itu malah memperkenalkan dirinya meski ia mengatakan keberatan. Entah polos ataukah lugu. Luke tidak bisa membedakannya. "Salam kenal, nona Ruru. Anda benar-benar gadis yang unik."

Quote :

"Jadi ini sebenarnya ada apa??"

"Yang pasti, tidak terjadi apa-apa disini." jawab Luke kepada gadis yang baru datang itu. "Hanya sedikit kesalah-pahaman saja."

@Sayumi : Ruru udah ga bawa pisau


"M...mau apa kau???"

Gadis itu ketakutan! Aha.. Ruru tertawa sejadi-jadi nya dalam hati. Bagi Ruru, berhasil menakut nakuti orang adalah hal yang menyenangkan.
Tapi Luke malah bilang ini hanya kesalahpahaman saja, aah ....

"Nona tidak perlu mempermasalahkan gaya bicara saya. Itu tidak penting."

"Penting! Mau coba ngomong sama orang yang bahasanya aneh?" Ruru berdeham pelan dan mengubah bahasanya.

"Salam kenal, nona Ruru. Anda benar-benar gadis yang unik"

"Salam kenal juga, Tuan Luke. Senang bertemu senior baik hati seperti kakak" Ruru menggertakkan giginya di akhir kalimat, suatu ujian besar baginya untuk bersopan sopan seperti ini.

"Hm.. Berkenankah kakak meninggalkan tempat ini sekarang, ya?" Lanjutnya pelan sambil tersenyum ala setan kelaparan

Quote :

"Yang pasti, tidak terjadi apa-apa disini." jawab Luke kepada gadis yang baru datang itu. "Hanya sedikit kesalah-pahaman saja."

"oh ternyata hanya kesalah pahaman saja toh!!"jawabnya seperti menegerti apa yang terjadi. Lalu Sayumi melihat perempuan yang sedang digendong laki-laki itu "Ternyata kau hanya iseng ya!!" gumanya agak kesal. Sayumi pun meyodorkan tangannya " perkenalkan nama Q Sayumi Michishige, klo nama kalian sapa??" sambil tersenyum lebar.....

Quote :

"Penting! Mau coba ngomong sama orang yang bahasanya aneh?"
"Salam kenal juga, Tuan Luke. Senang bertemu senior baik hati seperti kakak"
"Hm.. Berkenankah kakak meninggalkan tempat ini sekarang, ya?"

"Saya tidak keberatan dengan gaya bahasa yang berbeda-beda karena setiap murid mempunyai lingkungan dan latar belakang yang berbeda-beda." jelas Luke tersenyum kepada Ruru yang mempermasalahkan gaya bicaranya. Dan Ruru sepertinya ingin sekali langsung meninggalkan hutan lebat dengan hujan deras yang mengguyur mereka ini. "Nona ingin kemana? Ke Central Town ataukah menjenguk Nona Bi?"

Quote :

"Perkenalkan nama Q Sayumi Michishige, klo nama kalian sapa??"

"Luke, Luke C Helios nona Sayumi. Salam kenal." balas Luke memperkenalkan dirinya kepada gadis yang bernama Sayumi itu.

"Ternyata kau hanya iseng ya!"

Gadis tadi berkata dengan nada kesal, Ruru hanya menanggapinya dengan senyum puas.

"Nona ingin kemana? Ke Central Town ataukah menjenguk Nona Bi?"

"Aku sarapan dulu, lalu menjenguk Bi." Jawabnya singkat, dengan tanpa sadar melupakan niatnya untuk bicara formal seperti Luke.

"Perkenalkan nama Q Sayumi Michishige, klo nama kalian sapa??"

Sayumi, gadis itu malah memperkenalkan dirinya. Haruskah Ruru menjawabnya?
"Luke, Luke C Helios nona Sayumi. Salam kenal."
Selagi berpikir, Ruru malah mendapati Luke yang tiba-tiba menjawab pertanyaan itu dengan santainya,
"Luukee! Kau membocorkan rahasia perusahaan!!"
Serunya di tengah guyuran hujan, sembari mencubit pipi Luke dengan tangannya yang basah.

Lalu gadis pemarah itu kembali pada Sayumi, ia memandangnya dengan mulut terbungkam rapat sebelum akhirnya bicara..
"Sebuah Kedai Pizza (?) tak akan memberi resep bumbu rahasia mereka, kan?!"
Ucapnya dengan makna kata yang kurang dimengerti...

Quote :

"Aku sarapan dulu, lalu menjenguk Bi."
"Luukee! Kau membocorkan rahasia perusahaan!!"
"Sebuah Kedai Pizza (?) tak akan memberi resep bumbu rahasia mereka, kan?!"

"Baiklah kalau begitu..." Baru saja Luke ingin membawa Ruru ke Central town, dua buah tangan mencubit pipi Luke karena Luke membocorkan rahasia perusahaan. Luke hanya meringis sedikit kesakitan karena cubitan Ruru cukup sakit di pipinya. Luke tidak bisa berbuat banyak karena kedua tangannya sedang sibuk menggendong Ruru yang sedari tadi bergerak terus. "Maafkan saya. Tapi.. seingat saya, perusahaan saya tidak pernah bekerja sama dengan perusahaan anda. Dan perusahaan saya tidak membuka kedai pizza." sahut Luke penuh maksud.

"Maafkan saya. Tapi.. seingat saya, perusahaan saya tidak pernah bekerja sama dengan perusahaan anda. Dan perusahaan saya tidak membuka kedai pizza."

Ruru mengerling menatap Luke dengan tatapan ; 'Apa-maksudmu--hah--?'
Ia lalu menepuk nepuk pundak Luke sambil mendesah.

"Kau baru saja menawarkan kerja sama dengan Kedai Pizza ku tadi.... Huff.... kalau bangkrut bukan salahku." Katanya sambil memalingkan mukanya

Quote :

"Kau baru saja menawarkan kerja sama dengan Kedai Pizza ku tadi.... Huff.... kalau bangkrut bukan salahku."

Ruru menatap Luke dengan tatapan 'Apa maksudmu, hah?'. Luke hanya tersenyum kepada Ruru sebagai balasannya, senyum penuh maksud. Kalau dipikir-pikir, meninggalkan gadis bernama Bi di Hospital sendirian bersama dengan pemuda tadi, rasanya terlalu sunyi. Apakah gadis itu baik-baik saja ditinggal bersama pemuda tadi? Luke berpikir sejenak. Sepertinya memang lebih tepat, menjenguk Bi duluan untuk memeriksa keadaannya.

"Mungkin sebaiknya kita menjenguk nona Bi dahulu, untuk mengecek keadaannya." sahut Luke kepada Ruru, entah gadis itu setuju atau tidak dengannya. "Apakah nona Bi tidak kesepian hanya bersama pemuda tadi di Hospital?"

"Mungkin sebaiknya kita menjenguk nona Bi dahulu, untuk mengecek keadaannya."

"Errr.... Dengar ya, kita ke Central town dulu untuk membeli sarapan. Buatku dan Bi." Ucapnya panjang, masih dengan nada kesalnya yang biasa. Em.. Orang sakit memang butuh asupan makanan yang cukup, kan?

"Apakah nona Bi tidak kesepian hanya bersama pemuda tadi di Hospital?"

"Ah?" Ruru merespon hanya dengan Ah. Tapi ia lanjutkan lagi jawabannya;
"Kan sudah kutitipkan pisau padanya? Tenang saja...."

Quote :

"Errr.... Dengar ya, kita ke Central town dulu untuk membeli sarapan. Buatku dan Bi."
"Kan sudah kutitipkan pisau padanya? Tenang saja..."

"Baiklah kalau anda mengatakan begitu." sahut Luke. Ucapan Ruru memang masuk akal. Tapi mereka juga harus bergegas untuk pergi ke Cental Town. Berhubung juga, Luke ingin mengisi perutnya yang sudah hampir kosong ini. Luke menoleh ke arah Sayumi dan Sakurai. "Kami akan pergi ke Central Town, kalau anda sekalian mau ikut, langsung kesana aja." Luke tersenyum. Ia melompat sedikit dan badannya mulai melayang ke atas. Menggunakan alice lebih cepat, bukan?

"Baiklah kalau anda mengatakan begitu."

Ooh.. akhirnya nurut juga.
Ruru tersenyum senang, ia telah memenangkan debat dengan seniornya yang keras kepala. Selagi ber 'yesh' ria dengan kemenangannya, tiba tiba Luke melompat rendah dan melayang di udara.
Ruru tentu saja kaget dan ketakutan setengah mati, seperti melihat bumi yang hancur terbalik. Tahu? Ruru mengidam penyakit Acrophobia, phobia akan ketinggian.
Saking takutnya, ia sekarang hanya bisa menarik narik seragam Luke dengan marah.
Kalau mau menangis, terlalu memalukan. Kalau berteriak sejadi-jadi nya, para guru akan menemukannya dan akan menjatuhkan hukuman lagi. Kalau memberontak, sepertinya tak bisa. Bisa saja Ruru mati lemas saat ini, kalau dia berniat melirik kebawah.

"Luke....... Turuun.." Bisiknya pelan, kehabisan energi

Quote :

"Luke....... Turuun.."

"Ada apa nona Ruru?" tanya Luke heran melihat Ruru yang wajahnya sudah berubah 180 derajat dari sebelumnya. Apakah Ruru mempunyai phobia takut ketinggian? Tapi tidak ada jalan lain selain terbang, karena mereka akan sampai di Central Town lebih cepat daripada jalan kaki. Tangan Ruru mencengkeramnya erat marah sekaligus takut. "Kalau anda takut, tutup mata saja. Kalau tidak, coba lihat langit. Mungkin itu akan menenangkan anda." sahut Luke, semoga saja Ruru bisa tenang.

"Ada apa nona Ruru?"

"..........." Ruru tidak menjawabnya, bahkan otaknya tidak punya tenaga untuk menyuruhnya bicara. Ia berusaha membuat dirinya tenang, dengan mengatur nafasnya pelan pelan.

"Kalau anda takut, tutup mata saja. Kalau tidak, coba lihat langit. Mungkin itu akan menenangkan anda."

"Tutup mata........ akan mengaktifkan alice ku, lihat langit terlalu menyeramkan.. hiiiii..." Keringat dingin mulai membasahi badannya yang sudah kedinginan. Tapi mengaktifkan alice nya selagi terbang adalah ide yang bagus, nanti tinggal meng-non aktifkan saat sampai di Central town. Maka Ruru menutup matanya, perlahan ia mulai berubah, jadi boneka.

Klak...

Tangan kayu-nya tergelepak menjuntai kebawah, seraya ia membuka matanya.
"Ah... Master Ruru telah menjelaskan situasinya, Tuan" Boneka itu bicara, sambil menatap Luke dengan matanya yang hijau terang.

Quote :

"Tutup mata.. akan mengaktifkan alice ku, lihat langit terlalu menyeramkan.. hiiiii..."
"Ah... Master Ruru telah menjelaskan situasinya, Tuan"

"Begitu kah?" tanya Luke heran. Ternyata ada orang yang tidak suka kepada langit juga. Ruru perlahan menutup matanya, tubuhnya berubah menjadi boneka seketika itu juga. Luke sedikit terkejut, tapi menggendong boneka akan lebih mudah tentunya. Tangan Luke memeluk boneka itu dengan satu tangan sementara tubuhnya melayang-layang. "Berpegangan erat." sahut Luke.

Hujan deras perlahan mereda. Langit biru indah terbentang dihadapan mereka seolah tak terbatas. Goresan-goresan indah milik alam menghiasi langit indah itu, pelangi. Seutas senyum polos dan senang tergambar jelas di wajah Luke. Angin sepoi-sepoi seolah menyambut mereka. Ia tahu langit tidak akan mengecewakannya.

"Sehabis hujan, ada pelangi yang menantimu.." bisik Luke nyaris tidak terdengar. "Maaf kalau membuat nona Ruru ketakutan." Tangan Luke yang satu lagi mengusap-usap lembut kepala boneka itu.