Mari mencari sarapan~ XD

"..Maaf. Tapi.. saya tidak pernah bekerja di perusahaan."

"Eh? Memang aku bilang tentang perusahaan padamu?" Jawabnya asal-asalan, terlalu capai untuk menanggapi permainan dari seniornya itu.

Pemuda yang meminjam uang itu menerima sejumlah rabbit dari Luke, dan pergi begitu saja. Entah harus bagaimana lagi memarahi Luke supaya tidak bersikap terlalu baik pada orang lain.

"Nona Ruru, mau duduk dimana? Duduk dekat jendela?"

Mereka sudah sampai di Restaurant yang dituju. Tempatnya bersih dan nyaman, oke.
"Di dekat jendela, yang paling ujung."
Ruru menunjuk set meja di sudut ruangan.

" HAI....kalian"
" Wah kita ketemu lagi ya disini, kalian sedang apa??"


Untunglah kali ini Luke sudah antisipasi terlebih dahulu untuk tidak terkejut entah keberapa kalinya. Sebuah suara yang dikenalnya menyapa mereka. Gadis yang ditemuinya tadi di Woods ternyata menyusul mereka ke Central Town. Luke hanya tersenyum kepada gadis itu. Sepertinya gadis itu juga mencari makan.

"Mencari sarapan." sahut Luke singkat kepada gadis itu.


"Eh? Memang aku bilang tentang perusahaan padamu?"
"Di dekat jendela, yang paling ujung."

Gadis yang digendongannya ini serasa seperti putri. Luke malah semakin ingin mengerjai-nya. Tapi, setelah dipikir-pikir, mereka mempunyai tujuan yang lebih penting. Lagipula, Luke sudah senang melihat wajah Ruru yang ketakutan ketika dibawa terbang tadi. Kaki Luke melangkah ke sebuah meja yang berada di sudut ruangan dimana ada sebuah jendela yang langsung menghadap ke arah pusat kota. Luke membantu Ruru untuk duduk di kursinya dan ia duduk sampingnya.

Seorang pelayan menghampiri mereka, memberikan menu dan menanyakan pesanan mereka. Luke memperhatikan menu yang ada dengan seksama. Semuanya terlihat lezat dan enak. Dia juga belum pernah memakan makanan di Central Town. Harga makanan juga bervariasi.

"Saya pesan.. Beef Grilled with Rice dan segelas jus jeruk hangat." pesan Luke kepada pelayan itu.

Quote :

"Mencari sarapan." sahut Luke singkat kepada gadis itu

"wah berati sama dun,mau makan sama-sama??"tanyanya kemabali. Sayumi menoleh sama wanita yang digendong luke, wanita itu tidak senyum sama sekali ke Sayumi " apa dia benci aq ya!" pikir sayumi. Sayumi berusaha membuat wanita itu tertawa,ia mengajak ngobrol wanita itu. " hai,bagaimana lukamu apa baik-baik saja!" tanyanya lembut kepada wanita itu.

Luke membantu Ruru untuk duduk di kursi pojok dekat jendela, sebelum seorang pelayan memberi menu pada mereka. Ruru mendengar pesanan Luke, ia ingin mengomentari soal makanan dan minuman yang dipesan pemuda disebelahnya itu.

"Jangan lupa belikan untuk Bi." Ujarnya pelan sambil membaca daftar menu-nya.

"Spaghetti Black Pepper dan Mapple Tea, gula-nya dipisah." Ia memesan juga, tak mau kalah dengan Luke.
"Jangan lama!!!!!" Bentaknya tiba-tiba pada si pelayan, dasar tidak sopan.


" hai,bagaimana lukamu apa baik-baik saja!"
Anak perempuan yang ia temui d Woods itu datang lagi, dan bertanya hal-tentang Luka Ruru. Yeah... mau tak mau harus jawab.

"Huh? Siapa yang terluka?" Jawab Ruru ketus, dengan wajah dan nada yang bi-a-sa.

Quote :

"Huh? Siapa yang terluka?" Jawab Ruru ketus, dengan wajah dan nada yang bi-a-sa.

"kenapa sih dia??di tuh sebel ma aku bkn sih?" pikir Sayumi. " Loh bukannya wktu tu kamu berlumuran darah??" tanyanya kepada wanita itu .

" Loh bukannya wktu tu kamu berlumuran darah??"

Ruru mengangkat sebelah alisnya, berusaha menahan dirinya yang sedari tadi ingin teriak-marah marah. Ok, Calm down. Ini hanya masalah anak kecil yang bertanya-tanya tentang luka nya.

"Darah? Tidak juga..........." Ruru memalingkan muka-nya ke jendela. Ia baru ingat tadi seorang guru menyabitnya dengan pisau hingga berdarah. Tapi kan sudah tak keluar lagi? Jadi Ruru tidak tahu menahu tentang yang ditanyakan oleh Sayumi

Kazusa berjalan tak tentu arah pagi itu. Dirinya mencari tempat makan yang bagus, tapi sampai sekarang belum juga menemukan, padahal perutnya sudah sangat, sangat lapar. Tiba-tiba, ia menemukan suatu benda di depan sebuah toko. Semacam dompet. Iseng-iseng, ia membuka dompet itu. Isinya uang yang cukup banyak, tapi tidak ada tanda pengenal. Kazusa pun memutuskan untuk mengambil benda itu dan masuk ke toko.

Toko itu harum makanan yang lezat. Ia melihat banyak orang di situ. Kazusa menghampiri salah seorang dari mereka - seorang wanita yang habis membentak-bentak pelayan dan seorang gadis seusianya yang sepertinya ketakutan dan sedang menanyakan sesuatu.

"Maaf...apakah kalian merasa memiliki benda ini ?" Ujarnya sambil menyodorkan dompet itu. Melihat makanan yang terhidang di meja, Kazusa pun berpikir untuk makan di restoran ini juga.

Well, lihat-- semuanya sudah duduk di meja bersiap-siap untuk makan. Hayate pun duduk di meja yang sama dengan... err-- siapapun-mereka-yang-ditemuinya-di-hutan.

Pandangannya tertuju pada anak laki-laki... err-- kalau tidak salah Luke namanya. Hm... mau makan duluan? Tidak 'kah mereka memikirkan gadis satunya yang tergeletak di rumah sakit. Hayate pun mencolek bahu anak laki-laki yang bernama Luke itu. "Ehm-- Tuan, yakin mau makan di sini? Maksudku, tidak dibungkus? Nona yang di rumah sakit itu nanti terlalu lama menunggu," Bisiknya sembari melirik-lirik daftar menu makanan-- dan sepertinya mahal. Dompet Hayate tertinggal di jas yang sedang dipakai gadis di rumah sakit itu.

"Maaf...apakah kalian merasa memiliki benda ini ?"

Well, Well, Well....... Datang lagi orang tak dikenal yang bertanya. Seorang gadis berambut pendek yang membawa bawa sebuah dompet, tengah mencari pemiliknya. Uuuh.. kenapa bagian masalah seperti ini datang nya ke Ruru? Apa mungkin ini kutukan si Ruru boneka karena dari kemarin disuruh-suruh terus? Err... yang pasti ini membuat Ruru kesal, ia ingin cepat cepat menuju Hospital dan menemui Bi.

"Kenapa tanya kesini?" Jawabnya kemudian pada wanita berambut pendek itu, dengan gusar. Lalu matanya menangkap kedua seniornya sedang berbisik bisik. Suatu pemandangan yang makin menyulut Ruru.

Quote :

"Darah? Tidak juga..........." Ruru memalingkan muka-nya ke jendela. Ia baru ingat tadi seorang guru menyabitnya dengan pisau hingga berdarah. Tapi kan sudah tak keluar lagi? Jadi Ruru tidak tahu menahu tentang yang ditanyakan oleh Sayumi

"oh syukurlah klo sudah tidak apa-apa" Sayumi pun tersenyum. " hem mungkin ia tidak ingin ditanyai tentang lukanya" pikir sayumi. Sayumi duduk bersama mereka dimeja yang sama, karena merasa wanita itu tidak menyukai Sayumi akhirnya ia meminta makanan yang ia pesan dibungkus. Setelah pelayan kembali dangan membawa makann yang diminta sayumi, Sayumi berdiri dari bangku yang ia duduki.

" Hem " sayumi melirik ke arah wanita itu. " Hai, kau? klo memang ada yg tidak kau suka dari ku bilang langsung padaku ya!" sayumi tersenyum pada wanita itu dan pergi meninggalkan semuanya.

[out]

"Mau ikut makan bersama-sama kami?"


Mendengar perkataan pria berambut biru itu, Chiame langsung mengucek matanya supaya tidak menangis. Chiame langsung mengiyakan dan akhirnya mengikuti orang - orang yang semakin banyak mulai berkumpul tanpa dikenalnya satu pun. Mulai dari pemuda yang memperkenalkan dirinya dengan nama Hitsugi yang secara tidak sengaja menabrak boneka yang lucu itu lalu meminjam uang kepada pemuda berambut biru yang dipanggil Luke oleh boneka yang sering dipanggil nona oleh Luke. Disusul sesampainya di restoran datang seorang gadis berambut bob berwarna coklat yang menyapa kepada Luke dan nona itu.

'Tampaknya mereka saling mengenal', pikir Chiame sambil mengikuti arus pembicaraan mereka.


"Saya pesan.. Beef Grilled with Rice dan segelas jus jeruk hangat."


Mendengar pesanan Luke, Chiame mulai melihat daftar menu makanan yang ada. ada beberapa nama makanan yang tidak dikenal Chiame sehingga dia membaca menu sambil menggarukkan kepalanya kebingungan.


" Loh bukannya wktu tu kamu berlumuran darah??"


'Pardon.. Berdarah kata gadis itu?? Memangnya ada kejadian apa sampai ada adegan berdarah? Apakan akademi ini sering terjadi hal-hal yang menakutkan seperti itu?'' pikir lagi sambil mengerutkan alisnya.


"Maaf...apakah kalian merasa memiliki benda ini ?"


Chiame langsung terserentak mendengar pertanyaan dari seorang gadis yang nampaknya lebih tua dari dia. Chiame pun menggelengkan kepalanya karena memang dia tidak membawa dompet sama sekali. Dan ketika mendengar kata dompet, Chiame baru tersadar kalau dia TIDAK MEMBAWA UANG.

"Maaf, saya tidak membawa uang...... Mungkin lebih baik saya kembali untuk mengambil u..''


GRUUUUUUUYYYUUUKKKKKK~~~~


Dan kembali lagi suara perut Chiame membahana untuk yang ketiga kalinya.

[IN]

"lebih cepat dari perkiraan ku.. Terlambat deh.." pikir Sakurai yang tiba didepan restoran,melihat si Cewek Boneka,Anak berrambut Abu-abu dan Luke yang sedang makan,cewek yang lagi-lagi pergi,dan anak cewek yang sedang.. kelaparan sepertinya.

"aah! makan pagi...!! aku lapar..."Sakurai langsung menyambar satu tempat duduk disamping si cewek boneka,dan langsung memesan satu porsi makanan.

"ah,aku pesan Beef Steak nya satu,dan milkshake Coklat."

lalu mendengar suara... perut?

"e..euh,belum makan? mau makan?"tanya Sakurai.

"e..euh,belum makan? mau makan?"


Chiame langsung menoleh ke suara seseorang yang sepertinya menawarkan makanan. Ternyata suara itu dari seorang pria berkacamata. Tapi karena takut kakak itu ternyata menawarkan kepada orang lain, Chiame menoleh ke kanan kiri lalu menunjukkan jarinya ke arahnya supaya jelas kepada siapa kakak itu menawarkan makanan.

"Jangan lupa belikan untuk Bi."


"Nona Bi suka makanan yang seperti apa? Bubur?" tanya Luke kepada Ruru. Mungkin Ruru mengetahui makanan kesukaan Bi. Daripada salah membeli, lebih baik bertanya dahulu kepada yang mungkin lebih mengenal Bi. "Atau yang lain?"



"Ehm-- Tuan, yakin mau makan di sini? Maksudku, tidak dibungkus? Nona yang di rumah sakit itu nanti terlalu lama menunggu,"


"Sepertinya Nona Ruru ingin makan terlebih dahulu. Coba anda tanyakan kepada nona Ruru saja." sahut Luke kepada Hayate. Wajah Ruru sepertinya mencurigainya dan Hayate. Tangan Luke mengelus-elus kepala Ruru. "Kami tidak merencanakan sesuatu yang mencurigakan. Dia hanya bertanya kalau mungkin sebaiknya kita membungkus makanan dan sama-sama pergi ke Hospital untuk makan bersama nona Bi." Luke tersenyum lembut kepada Ruru.



"Maaf, saya tidak membawa uang...... Mungkin lebih baik saya kembali untuk mengambil u..''


"Tidak apa. Nona boleh meminjam uang saya." tawar Luke kepada gadis yang sepertinya lupa membawa uang. Suara perutnya jelas sekali terdengar. Namanya juga orang kelaparan.


Luke termenung sembari menunggu pesanan datang. Bola matanya memandang keluar jendela, memperhatikan keramaian Central Town. Berbagai orang berkumpul disana, saling berinteraksi dengan yang lain. Luke teringat dengan masa kecilnya dulu. Andaikan orang tua kandungnya masih hidup. Luke memejamkan matanya dan menghela nafas panjang.

Quote :

"Kenapa tanya kesini?" Jawabnya kemudian pada wanita berambut pendek itu, dengan gusar. Lalu matanya menangkap kedua seniornya sedang berbisik bisik. Suatu pemandangan yang makin menyulut Ruru.

Mendapat perlakuan yang cukup tidak menyenangkan seperti itu, Kazusa yang pada dasarnya sama sekali tidak sabaran menjawab, "Well, siapa tahu ini punyamu. Kalau bukan ya sudah...." Dengan entengnya dan memutuskan untuk mencari suatu tempat untuk duduk.

Quote :

"Maaf, saya tidak membawa uang...... Mungkin lebih baik saya kembali untuk mengambil u..''


GRUUUUUUUYYYUUUKKKKKK~~~~

Kazusa menoleh ke arah anak yang suara perutnya seperti terompet kiamat itu. Daripada uang ini nganggur....dan aku sendirian.... batinnya berpikir keras. Ia pun menghampiri Chiame . "Bagaimana kalau kau kutraktir saja? Kalau berhutang kan suatu saat harus mengembalikan.." Tawarnya sambil menunjukkan dompet temuan yang nampak tebal itu.

Kazusa juga mengangguk pada Luke. "Boleh kan, Kak? Kalau anak ini tidak jadi meminjam uangmu ? " Ujarnya sesopan mungkin, blak-blakan.

Dari ujung sudut matanya Araki menangkap sosok seorang anak~berwajah~lesu~dan~dingin itu di sebuah restoran yang ia ketahui sebagai Kazusa. Segera saja ia menghampiri Kazu sambil berjalan mengendap-endap dan......

"DOR!!"

Dengan gerakan mengagetkan ia mencoba untuk mengagetkan Kazu yang masih berdiri tegap tanpa bergeming sedikit-pun.

"Hei, Ijuin-chan, daripada kau hanya menghabiskan uang itu untuk mentraktir satu orang, bagaimana kalau sesekali kamu mentraktir aku, seniormu tersayang ini! Aha, bagaimana?"

Araki berkata dengan nada menggoda sembari memengeluarkan senyum 'kecil'nya. Selanjutnya ia mengedarkan pandang dan menyapa orang-orang lain yang ada di sekelilingnya, yang Arra tahu merupakan teman seangkatannya.
Terakhir, ia berusaha memutar leher untuk memandang reaksi Kazu.

Quote :

"DOR!!"

Suara keras kakak kelasnya itu mengagetkannya. Ia merasa jantungnya bergeser dan tubuhnya lemas karena kaget, tapi ia berusaha tidak menunjukkannya ( atau lebih tepatnya, tidak bisa menunjukkannya karena wajahnya memang tercipta datar-datar saja sejak lahir )

Quote :

"Hei, Ijuin-chan, daripada kau hanya menghabiskan uang itu untuk mentraktir satu orang, bagaimana kalau sesekali kamu mentraktir aku, seniormu tersayang ini! Aha, bagaimana?"

Kazusa menatap cowok gondrong itu dengan wajah yang....sangat :swt: . Lama kemudian, ia menjawab :

"Aku menemukan dompet ini. Karena tidak ada yang memilikinya, kupakai saja unutk makan-makan. Silakan bergabung kalau mau..."

Kemudian ia kembali menekuni buku menu tanpa memandang Araki lagi.

Quote :

Suara keras kakak kelasnya itu mengagetkannya. Ia merasa jantungnya bergeser dan tubuhnya lemas karena kaget, tapi ia berusaha tidak menunjukkannya ( atau lebih tepatnya, tidak bisa menunjukkannya karena wajahnya memang tercipta datar-datar saja sejak lahir )

Ekspresi Kazu tetap "dingin" seperti biasa. Ya, hal itu sudah diduga oleh Araki yang memang sudah memahami tabiat gadis itu dengan sangat baik. Namun tetap saja ia tak bisa (tepatnya, "tak mau") berhenti menjahili Kazusa, hal yang dianggapnya "menarik" tersebut.

Quote :

"...Silakan bergabung kalau mau..."

"BINGO!"
Respon Kazusa yang mampu memuaskan Araki untuk pertama kalinya. Selanjutnya ia mengambil kursi yang berada di meja yang sama dengan Kazusa, dan duduk sambil menopang dagu.
......... 1 menit berlalu.
Araki mulai mengetuk-ngetukkan jarinya di meja dengan tidak sabaran. Ya, satu-satunya daftar menu di meja itu sedang dipegang Kazu, sementara gadis berambut hitam itu tetap tenang tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Araki mulai tak sabar.

"Em, Kazu, sudah selesai memilih?"

Kazusa membaca buku menu itu dengan sangat antusias. Semua menu yang ada tampaknya enak dan ahrganya pun terjangkau. Yah, meskipun ia tidak terlalu memusingkan harga lagi karena makanan-makanan ini nantinya toh tidak dibayar dengan uang sendiri.

Quote :

"Em, Kazu, sudah selesai memilih?"

Kazusa sadar ia sudah memonopoli buku itu. Sejujurnya, ia masih bingung akan memesan apa, tapi melihat senpainya itu sudah nampak sangat nelangsa karena cacing-cacing di perutnya, Kazusa menyerahkan buku itu dengan wajah kesal. "Sudah....nih !" Katanya pada cowok berkulit sawo matang itu.

Quote :

Kazusa menyerahkan buku itu dengan wajah kesal. "Sudah....nih !" Katanya pada cowok berkulit sawo matang itu.

Araki hanya tersenyum jahil (sesungguhnya karena menahan tawa melihat muka kesal Kazu) sementara tangan kanannya menerima buku itu.

Selanjutnya ia mulai membalik-balik buku tersebut, sambil berpikir-pikir apa yang akan dipesannya.
......... 2 menit berlalu.
Araki masih belum mampu memutuskan. Sambil mengintip dari balik buku mengamati ekspresi Kazusa yang mulai tampak kesal, Araki memikirkan apa yang akan dilakukannya.

"Em, sudah bisa dipesan kan? Panggil saja pelayan yang ada di sana,"

Araki memecah keheningan sembari menunjuk ke sembarang arah.
Matanya mulai kembali berkeliaran di halaman buku, berpikir dengan cepat.

" Hai, kau? klo memang ada yg tidak kau suka dari ku bilang langsung padaku ya!"

"Dari awal aku memang tidak suka manusia dari kepala smapai kaki, got it?" Sanggahnya pelan, tapi tajam.
Sesaat kemudian, Sakurai-senpai datang dan membicarakan soal makan dan uang dengan gadis-rambut panjang yang tadi datang juga.
Ruru memalingkan mukanya lagi, tak ingin memperlihatkan wajahnya yang sedang kesal. Hatinya berkecamuk, ingin segera meninggalkan tempat ini dan melihat keadaan temannya di Hospital.

"Nona Bi suka makanan yang seperti apa? Bubur? Atau yang lain?"
Luke bertanya. Ruru hanya berguman-gumam sambil menatap ke arah lain.

"Yang sama denganku.." Jawabnya dingin, dengan menggertakkan giginya. Lalu Senior Luke mengelus kepalanya, entah sudah berapa kali ia lakukan sejak tadi.

"Kami tidak merencanakan sesuatu yang mencurigakan. Dia hanya bertanya kalau mungkin sebaiknya kita membungkus makanan dan sama-sama pergi ke Hospital untuk makan bersama nona Bi."

"Hm? Memang itu rencananya, kan?!" Ujar Ruru dengan nada yang semakin meninggi

"Well, siapa tahu ini punyamu. Kalau bukan ya sudah...."

Ia teringat lagi pada gadis yang menanyakan soal dompet. Kini gadis itu sedang menghabiskan uang di dalam dompet itu, mungkin.

"Apa ? Oh, baiklah..." Kazusa yang tersadar dari lamunannya mengamati Araki dengan baik. Nampaknya senpainya ini masih kebingungan dalam memilih menu. Tapi ia tak ambil pusing, ia pun segera memanggil salah seorang pelayan di restoran itu.

Ketika pelayan sudah mendekati meja mereka, ia pun menyambar buku menu dari Araki, membacanya sekilas lagi dan akhirnya memilih satu menu. Kemudian ia mengembalikan buku itu lagi kepada Araki.

"Roasted lamb dan segelas kopi hangat." Pesannya kepada pelayan itu.

"Kakak mau pesan apa?" Kazusa menoleh kepada Araki yang masih sibuk berkutat dengan buku menunya - sampai-sampai buku itu nampak lecek karena digenggam ( )

Iseng-iseng ia memandangi dompet temuannya itu lagi. Batinnya bimbang. "Kusimpan saja dompet ini dulu...siapa tahu nanti pemiliknya ketemu", Batinnya sambil menyimpan dompet itu ke dalam sakunya. Ia memutuskan untuk membayar semua ini dengan uangnya saja.

Araki masih membaca dengan serius sambil memegang daftar menunya,

Quote :

"Kakak mau pesan apa?"

sampai ketika suara Kazu memecah konsentrasinya.

"Em---makanan yang sama, dan segelas coklat panas. Ahh--tambah omelette porsi kecil sepiring"

Tak mampu memutuskan, akhirnya Araki memilih makanan yang sama dengan Kazu---padahal ia sendiri tak tahu seperti apa pula rasa dan bentuk Roasted Lamb itu.
"Daripada ambil resiko bahwa ternyata makanan yang diambil melebihi anggaran dompet itu," pikirnya.

Setelah si pelayan mengulang daftar pesanan dan meninggalkan mereka, keheningan kembali menyeruak. Kazu masih tetap bergeming dengan gaya 'angkuh'nya. Araki kembali bosan. Ia melihat keadaan di sekelilingnya, mulai dari kesibukan di luar restoran hingga Rurua, siswa seangkatan Kazusa yang ia ketahui bertipe sama dengannya.

"Em--Kazu, daging domba itu rasanya seperti apa ya?"

"Uaaargh--damn question..!" umpatnya dalam hati. Berada di hadapan gadis yang pendiam itu selalu membuatnya 'mati gaya'.

Kazusa menelan ludah. Argh...omelette...pasti enak di saat mendung begini... Tapi si pelayan sudah pergi menjauh, dan ia tak mungkin berteriak memanggilnya untuk memesan lagi. Sepiring omelette pula. Bisa jatuh imagenya nanti ( )

Quote :

"Em--Kazu, daging domba itu rasanya seperti apa ya?"

Gadis itu mengangkat matanya yang hijau emerald dan memandang Araki dalam -dalam, seolah pemuda itu sudah menanyakan hal yang paling aneh sedunia. Akhirnya, ia pun mendesah dan menjawab, "Hm...enak...seperti sapi, tapi lebih ringan...nanti coba saja..."

Hening lagi. Kazusa menatap sekelilingnya dan mulai merasa bosan. Gadis manis yang membawa boneka tadi nampak sibuk dengan teman-temannya, membicarakan entah siapa yang berbaring di rumah sakit. Capek menguping mereka, ia mengalihkan perhatiannya pada Araki.

"Kakak, alice kakak apa...?" Tanyanya iseng. Mereka memang tidak pernah berkenalan secara resmi.

Melihat ekspresi 'tidak wajar' dari Kazusa, Araki hanya bisa mengutuk kebodohannya dalam hati.

Quote :

"Hm...enak...seperti sapi, tapi lebih ringan...nanti coba saja..."

"Ah--begitu ya? Hahaha.... Kelihatannya enak..."

Tawa itu terasa sangat hambar. Akhirnya Araki kembali menambahkan,

"Aku dulu pernah tinggal di Indonesia, di sana jarang sekali ada kebiasaan memakan daging domba,"

Hening kembali. Akhirnya Kazu memecah keheningan,

Quote :

"Kakak, alice kakak apa...?"

Hem... Baru sekali ini gadis itu bertanya tentang dirinya.

"Hem--kamu benar-benar ingin tahu? Boleh saja, tapi rasanya lebih asik kalau kau melihatnya dengan mata sendiri, khuhuhu..."

Araki merenggangkan tangan kanannya kearah seorang waiter yang tengah mengantar pesanan mereka 2 meter dari meja. Selanjutnya tangan itu beserta nampannya kembali ke meja semula.

"Lihat kan? Itu yang namanya elastic alice,"

Katanya sambil memasang senyum pamer, tak mempedulikan tampang kaget si waiter.

"Nah, bagaimana denganmu? Aku tak pernah melihat alice-mu secara langsung "