New Page. New Life

Mobil itu melaju memasuki jalanan besar. Sebuah Gerbang besar berdiri kokoh di tengah tembok setinggi nyaris 5 meter, keduanya bukan hanya tampilan luar saja tanpa isi. Karena merekalah yang menaungi akademi tempat tujuan mobil yang mengantar seorang gadis kecil menuju kehidupan barunya.
Gerbang itu terbuka dan mobil tersebut mulai memasuki sebuah jalan lurus di antara lapangan dengan rumput hijau yang sangat luas. Gadis kecil di dalam mobil tersebut melihat ke belakang dan memperhatikan setiap detik saat gerbang tersebut menutup. Gadis itu memang tidak bisa melihat dengan jelas namun dia tahu persis bahwa gerbang itulah yang akan merenggutnya dari kenangan di luar gerbang itu.
“Nona Voidy.” Panggil sebuah suara yang asing dari bangku pengemudi.
“Ya…” Gadis bernama Voidy itu menengok dan menjatuhkan pandangannya pada orang di bangku tersebut meskipun dia sama sekali tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depannya.
“Sebentar lagi sampai. Akan ada yang menyambut Anda nantinya.”
“…” Voidy terdiam sambil tersenyum. Dia tidak bisa menemukan kata-kata yang ingin dia ucapkan. Baginya, berkomentar seperti apapun tidak bisa merubah keadaannya saat ini. Dia pasrah, meskipun sangat berat baginya memikirkan bahwa mulai saat ini dia tidak bisa ‘pulang’ dan menjadikan akademi ini ‘ rumah barunya’.
Mobil itu berhenti dan pintu dibukakan untuknya. Pelan-pelan Voidy turun dari mobil dan berdiri menghadap ‘penyambutnya’.

-----------------------------------------
OOT : Maap, mungkin terkesan terlalu formal~~~~~~~~~~~~
Pelan2 saia ubah cara nulis saia de……jadi jangan mengharap terlalu banyak~~~~~~~~~~~~~
Silakan continu~~~~~~~~~~~

Tokiya berjalan menuju pintu gerbang masuk Akademi pagi itu. Tak seperti biasanya? No. Well, yes. Itu dikarenakan hari ini ada seorang murid baru yang akan datang ke Akademi ini. Dan karena tak ada guru ataupun principal lain yang dapat menyambutnya karena disibukkan oleh persiapan bunkasai, maka dirinyalah yang menawarkan diri untuk menyambutnya.

Baiklah. Sekarang dia sudah berdiri di pintu masuk, siap untuk menyambut kedatangan murid baru itu. Apakah dia seorang anak gadis atau anak laki-laki? Apakah dia masih kecil atau seumuran dengannya? Dan Alice macam apa yang dimilikinya? Well, Tokiya tak tahu karena sekolah tak memberikan arsip data murid tersebut padanya. Lagipula tak begitu penting baginya untuk mengetahui hal itu.

Tak lama kemudian terlihat sebuah mobil memasuki halaman sekolah. Tokiya berdiri tegak menatapnya. Kurasa inilah dia, pikirnya ketika mobil itu makin dekat. Tokiya berjalan mendekat ketika akhirnya mobil tersebut berhenti dan pintu dibukakan oleh supir mobil tersebut. Tokiya melihat seorang gadis kecil turun dari mobil dan berhadapan dengannya. Dari sosoknya, Tokiya berasumsi bahwa gadis kecil itu tak lebih dari enam atau tujuh tahun. Wajahnya manis dan tanpa dosa bagaikan bayi yang baru lahir.

Ah... Anak gadis sekecil ini seharusnya masih bersama dengan orang tuanya, bukannya dikurung dalam sangkar emas seperti ini. Seperti dirinya. Pasti itu yang memberatkan bagi orang-orang yang masuk ke Akademi ini, tak akan dapat bertemu keluarganya lagi hingga lulus nanti. Dan Tokiya pun merasakan kesepian itu. Tapi setidaknya kini Isaki ada di sampingnya, membuatnya merasa lebih baik.

Tokiya tersenyum kalem pada gadis kecil itu dan berkata sopan, "Selamat datang di Akademi ini. Aku Itsuki Tokiya, wakil dari sekolah yang datang untuk menyambutmu."

Suara yang terkesan lembut namun agak serak itu suara seorang perempuan. Voidy mencoba mengingat suara itu baik-baik, karena dia tahu bahwa mulai sekarang dia harus mengenali semua orang di akademi ini hanya dengan suara. Penglihatannya tidak bisa diandalkan sejak pertama kali menggunakan alicenya malam itu. Namun Voidy tidak percaya diri, setidaknya saat di panti dia sering salah mengenali orang berdasarkan suaranya. Meskipun Voidy selalu dihibur bahwa dia hanya belum terbiasa karena kejadian itu belum ada satu bulan, namun hal ini membuat dia cukup sedih.

Dalam kondisi seperti ini, Voidy malah harus pindah ke akademi karena masalah keamanan dan sebagainya. Tentu saja dia jadi makin pesimis dan galau. Lalu dia kembali memikirkan panti dan kampung halamannya. Mereka semua sedang apa ya? Apakah mereka baik-baik saja? Saat aku dijemput tadi, Heidi sampai menangis dan tidak mau melepaskan tanganku. Apa sekarang dia masih menangis?, pikirannya melayang.

Hah!!
Voidy sadar dia melamun dan membiarkan 'penyambutnya', bahkan dia belum membalas salamnya itu! Bagi Voidy itu bencana besar. Selama ini dia sangat menjunjung tinggi kesopanan dan etika, lebih dari itu dia sangat hormat pada orang yang lebih tua darinya.

"Ma...maaf, tadi saya melamun!" katanya panik dengan nada yang keras.

Celaka! Kalau berbicara seperti ini malah lebih tidak sopan!!, pikirannya panik, tapi dia mencoba menarik napas pelan-pelan dan mencoba berbicara lebih sopan dan lembut.

"Ma...maafkan saya....Eng....sa...sa...salam kenal. Na...nama saya Voidy." Nada bicaranya terbata-bata karena gugup dan takut kalau 'penyambutnya' itu marah karena sudah didiamkan alias dicuekin. Tapi Voidy tidak mau berkecil hati seperti itu. Jadi kali ini dia berusaha bersikap sopan dan baik.

"Pe...Perkenalkan, Itsuki Tokiya-sensei" Voidy memperkenalkan diri pada 'penyambutnya' itu. Meski sulit melihat namun dia tahu wanita itu pasti sudah dewasa dan pastinya seorang guru.

Gadis kecil itu tak segera menyambut salamnya. Tapi Tokiya tak memikirkannya. Gadis kecil tersebut kelihatannya masih bingung dan takut. Berada di lingkungan yang asing dengan orang-orang yang asing. Bayangkan, seorang gadis mungil di tengah kerumunan orang tak dikenal berjalan sendirian. Kalau itu kau, kau pasti takut. Dan pastinya gadis kecil ini pun begitu. Ketakutan adalah hal mendasar bagi setiap manusia, salah satu perasaan paling sederhana yang membuat kita para manusia menjadi lebih manusiawi.

Tokiya mau tak mau merasa prihatin sekaligus kagum pada anak-anak yang lebih muda darinya, yang sudah tinggal di sekolah ini lebih lama darinya. Mereka dapat bertahan begitu lama untuk menekan hasrat kerinduan mereka terhadap keluarga. Perjuangan yang baik sekali, menurutnya.

Dirinya tersenyum samar ketika akhirnya anak itu merespon salamnya. "Halo, Voidy," ucapnya pelan dan lembut, berharap semoga dengan ini anak itu tahu bahwa dia tak perlu tegang untuk berhadapan dengannya. Dan apa katanya barusan? Sensei? Tapi Tokiya jelas-jelas memakai seragam perempuan B Senior High. Ah, mungkin saja anak itu tak tahu. Dari namanya pun ketahuan bahwa dia bukan orang Jepang, jadi mungkin dia tak tahu bahwa ini adalah tipe seragam yang dikenakan di Jepang. "Ah, aku bukan seorang guru. Aku hanya pelajar di bangku B Senior," jelasnya pelan pada anak gadis itu. "Aku Vice-Principal dari kelas Special. Dan mungkin kau mau bertanya-tanya sesuatu sebelum aku mengantarmu ke asramamu?"

"Ah, aku bukan seorang guru. Aku hanya pelajar di bangku B Senior,"

Saat mendengar bahwa orang yang dikiranya guru itu ternyata seorang murid, Voidy makin panik.!Takut kalau-kalau tanpa sengaja menyinggung perasaannya, Voidy kembali meminta maaf dan menunduk.

"Ah, Maaf! Saya kira Anda seorang Sensei...err... Maaf, ya... Itsuki Tokiya-Senpai."

"Aku Vice-Principal dari kelas Special. Dan mungkin kau mau bertanya-tanya sesuatu sebelum aku mengantarmu ke asramamu?"

Ah, kelihatannya orang ini tidak marah. Syukurlah

Voidy tersenyum saat Senpai yang menyambutnya itu malah menawarkan bantuan dengan ramahnya. Maka dia ingin mengucapkan terima kasih dan menjelaskan kondisinya pada Senpai tersebut.

"Terima Kasih atas tawarannya, Itsuki Tokiya-Senpai." Voidy terdiam sejenak, lalu melanjutkan," Sebenarnya, sejak kemampuan Saya ini muncul... mata Saya tidak bisa melihat dengan normal dan karena Saya belum lama kehilangan penglihatan, Saya masih belum terbiasa dengan kondisi Saya sekarang. Sampai-sampai Saya salah mengira Itsuki Tokiya-Senpai sebagai Sensei... Mengenai hal itu, Saya betul-betul menyesal." Voidy untuk kesekian kalinya menunduk dalam-dalam pada Senpai penyambutnya itu, "Mungkin Saya akan merepotkan dan tidak bisa berbuat banyak, karena itu mohon bantuannya Itsuki Tokiya-Senpai..." Lagi-lagi Voidy menunduk. Baginya, sangat penting untuk bersikap sopan dan hormat, terlebih dia sudah melakukan kesalahan bahkan belum 5 menit sampai di akademi.

Ah... Jadi itu sebabnya mengapa gadis kecil itu salah mengiranya seorang guru. Efek negatif Alice. Alice anak ini mengurangi fungsi penglihatannya dan Tokiya mengambil kesimpulan bahwa bentuk Alice anak ini sama sepertinya, tak terbatas dan mempengaruhi fisik sang pengguna tiap kali digunakan. Bukan tidak mungkin efek Alice-nya akan mengurangi fungsi tubuhnya yang lain.

Tokiya menghembuskan napas panjang dan pelan. Seandainya saja anak ini mempunyai Alice dengan bentuk yang hanya muncul pada masa kanak-kanak, tentunya dia tak perlu kehilangan penglihatannya dan tak akan lama tinggal di Akademi ini hingga lulus.

Dan sungguh anak yang sopan. Tokiya sangat menyukai orang yang tahu sopan santun. Dalam hal ini Cromwell juga terdapat dalam list-nya. Orang yang sopan adalah orang yang patut dihormati, itu menurutnya sejak dulu. Meskipun dia seorang anak kecil.

"Tak apa. Aku mengerti keadaanmu," katanya lembut. "Yah, kami pihak sekolah juga akan membutuhkan kerjasamamu."

(((OOC : Sedikit perubahan, tidak mengalami kebutaan yang semakin parah namun efek buta itu terjadi karena pikirannya/otaknya menurunkan kemampuan melihat di dunia nyata, namun matanya normal untuk digunakan di mimpinya saat melacak orang. jadi seperti kompensasi karena memiliki alice tipe seperti ini.)))


"Tak apa. Aku mengerti keadaanmu," katanya lembut. "Yah, kami pihak sekolah juga akan membutuhkan kerjasamamu."

Mendengar hal itu, rasanya hatinya terasa sedikit hangat dan lega. Orang ini benar-benar baik. Voidy berusaha memberikan senyum termanisnya pada orang pertama yang bersikap baik padanya di akademi ini.

Lalu tiba-tiba Voidy teringat sesuatu. Saat Senpai penyambutnya tersebut mengatakan mengenai Vice-Principal dari kelas Special. Sedangkan kalau tak salah ingat, Voidy akan masuk dalam kelas Laten. Dia memang sudah dijelaskan mengenai sistem sekolah ini. Tapi kenapa seorang Vice-Principal kelas lain yang menyambutnya? Karena sifat apa adanya, maka Voidy bertanya langsung.

"Ano, Itsuki Tokiya-Senpai, maaf... tapi kenapa yang menyambut Saya bukan perwakilan dari kelas Laten?" Setelah bertanya, Voidy buru-buru menjelaskan, "Hah!! Bukannya Saya tidak senang Itsuki Tokiya-Senpai yang menyambut Saya!! Tapi... kalau sama-sama dari kelas Laten, Saya pikir bisa akrab dengannya. Nantinya kan kami akan sekelas... Ano, maaf kalau Saya bertanya yang tidak-tidak..."

Voidy sudah mengungkapkan semua yang ada di pikirannya. Baginya, apa yang ada di pikiran harus disampaikan, jika tidak maka orang lain tidak akan mengerti dirimu.

"Tidak apa-apa, jangan merasa tak enak hati," kata Tokiya menenangkannya. "Ini hanyalah sambutan atas kedatanganmu, maka tak apa walaupun tipe kelas Alice kita berbeda. Toh aku hanya akan mengajakmu berkeliling ke tempat-tempat umum dan asramamu. Dan mengenai Principal lain, mereka sedang sibuk mempersiapkan event yang akan diadakan. Aku yakin nantinya mereka akan menunjukkan padamu kegiatan kelas Laten. Ini bukan kelas, hanya perkumpulan orang-orang yang mempunyai Alice setipe. Selebihnya, kegiatan kelas atau pelajaran sekolah akan dilakukan bersama-sama tanpa memandang tipe Alice," jelasnya panjang lebar.

Walau Tokiya sudah menjelaskannya, tapi dia khawatir anak itu belum mengerti semuanya. "Apakah sudah jelas? Kau bisa tanyakan lagi hal yang belum kau mengerti," ujarnya. Kemudian Tokiya menangkap sosok supir mobil tersebut, salah seorang staff Akademi. Tokiya mengangguk padanya dan orang itu kembali memasuki mobil dan menjalankannya. "Barang-barangmu akan diantarkan olehnya ke kamarmu."

Tokiya menatap anak itu dengan tatapan yang tak jelas maksudnya. Bukan, malah terlihat sebagai mata yang melamun. Tentu saja, dia memikirkan bagaimana mungkin anak ini akan segera terbiasa dengan penglihatannya yang memburuk dan hanya mengandalkan panca indranya yang lain untuk mengenali suatu objek. Kalau itu dirinya, mungkin saja dia sudah frustasi. Lalu seraya tersenyum, dia berlutut di hadapan gadis kecil itu dan menjulurkan tangannya, "Keberatan jika aku menggandeng tanganmu?"

"Tidak apa-apa, jangan merasa tak enak hati," kata Tokiya menenangkannya. "Ini hanyalah sambutan atas kedatanganmu, maka tak apa walaupun tipe kelas Alice kita berbeda. Toh aku hanya akan mengajakmu berkeliling ke tempat-tempat umum dan asramamu. Dan mengenai Principal lain, mereka sedang sibuk mempersiapkan event yang akan diadakan. Aku yakin nantinya mereka akan menunjukkan padamu kegiatan kelas Laten. Ini bukan kelas, hanya perkumpulan orang-orang yang mempunyai Alice setipe. Selebihnya, kegiatan kelas atau pelajaran sekolah akan dilakukan bersama-sama tanpa memandang tipe Alice," jelasnya panjang lebar.

"Ohh, begitu ya..." Voidy bergumam. Agak khawatir, kalau-kalau dia datang di saat yang tidak tepat.

"Apakah sudah jelas? Kau bisa tanyakan lagi hal yang belum kau mengerti."

"Ah, iya... Nanti Saya akan bertanya pelan-pelan"

"Barang-barangmu akan diantarkan olehnya ke kamarmu."

"Ah, terima kasih banyak..." Voidy menunduk sembarang, karena dia tidak tahu di mana supir tadi berdiri.

Kemudian Voidy tersadar, Senpai 'penyambutnya' itu kini sudah sejajar dengannya. Meski tidak bisa melihatnya, dia tahu Senpai tersebut sudah sengaja menunduk untuk mendekatkan dirinya.

"Keberatan jika aku menggandeng tanganmu?"

"EHH!!! Me, me, me, mengandeng tanganku??!!!" Voidy berkata panik. Tanpa sadar, kebiasaannya muncul. Tangannya memegangi kedua pipinya yang sudah seperti tomat, sangat kontras dengan matanya yang pink seperti strawberry. Wajahnya tertunduk malu dan tubuhnya mengerut, persis anak anjing yang meringkuk di pojokan kardus.

Meski panik, Voidy mencoba berpikir tenang dan akhirnya mengerti. Senpai tersebut betul-betul ingin membantunya. Mungkin kasihan karena kondisinya yang seperti itu. Namun, baginya orang yang bisa merasa kasihan dan simpati pasti memiliki hati yang baik. Setidaknya mereka memiliki empati dan mau memahami penderitaan orang lain.

Wajahnya masih merah dan agak kikuk, namun pelan-pelan Voidy mengulurkan tangannya dan berkata perlahan, "Te... terima kasih... Itsuki Tokiya-Senpai..."

________________
OOC : Maap tolong edit sedikit, soalnya Voidy lebih keliatan kaya anak umur 6/7 taon. Maklum dari panti asuhan miskin => asupan gizinya ga bagus => pertumbuhannya ga lancar~~~~~~~~

disini Voidy ga ngeliat Toki uda ngulurin tangan duluan, jadi, saia ga pake kata2, Voidy menyambut uluran tangan Tokiya~~~~~~~

maap, saia agak perduli sama hal2 kecil dan detil~~~~~~~

((OOC: Mau apa lagi sekarang? *bingung, habis ide* Btw periksa Pesan Pribadi Anda))



Gadis kecil dihadapannya kini berwajah merah padam. Imut sekali. Mau tak mau senyum Tokiya melebar ketika melihatnya. Benar-benar anak yang manis, pikirnya. Kedua tangan mungilnya masih memegangi pipinya yang memerah, baru beberapa saat kemudian dia mengulurkan tangannya pada Tokiya. Agak meleset, sebenarnya. Namun Tokiya langsung meraih tangannya yang terulur.

Tangannya kecil sekali. Hanya setengah--atau mungkin kurang--dari telapak tangan Tokiya. Tokiya kemudian membelai kepala anak itu sekali dengan tangannya yang bebas dan berdiri. "Nah, Putri Kecil, sudah siap untuk melangkah lebih jauh?" tanyanya sambil menunduk menatap Voidy, tersenyum.

ooc : hohohoho~~~~~
ya sudah~~~~~~~~
coba cek inbox u juga~~~~~~~~~~~~
_______________

"Nah, Putri Kecil, sudah siap untuk melangkah lebih jauh?"

Karena dipanggil putri kecil, rasanya jadi malu. Tangan itu hangat -mengingatkannya pada tangan nii-san dan nee-san di panti asuhannya dulu- dan agak besar. Namun Voidy cukup bahagia, meskipun dia masih sedih dan rindu. Sambil berjalan, Voidy melihat-lihat akedemi itu -meskipun pemandangannya hanya hijau buram dan ada beberapa warna bercampur- dan mau tak mau terpikir, akademi ini benar-benar besar. Kalau sendirian dan tidak ada Senpai yang menyambutnya ini, pasti dia tersesat.

Tiba-tiba...

KYURUUUUUUUUKKKKKKKK~~~~~~~~~~~

HAHH!! Ya, Ampun!! Batin Voidy. Lagi-lagi dia bersikap memalukan, baginya.

"Ma, ma, ma, ma, maaf!! Karena tadi pagi Saya tidak berselera makan dan Heidi menangis sampai-sampai tidak mau keluar dari kamarnya, jadi Saya tidak sarapan....." Voidy menjelaskan dengan panik, sampai mengatakan hal-hal yang tidak perlu diucapkan sebetulnya, tapi karena panik dan malu dia sudah tidak bisa mengerem ucapannya, "Eng... tapi kemarin kami mengadakan pesta perpisahan dan Saya sudah makan banyak kok~~~, ja, ja, ja, jadi harusnya Sa...saya...." Voidy tidak bisa melanjutkannya lagi. Rasanya jadi seperti mengarang alasan dan akhirnya dia membisu dengan mukanya yang merah padam.

Mereka berjalan-jalan mengitari beberapa bagian Akademi selama beberapa waktu. Tokiya berkali-kali menengok pada anak itu, berhati-hati supaya dia tak terjatuh dan berusaha melangkah mengikuti irama langkah anak itu. Tokiya tak pernah punya adik, karena itu dirinya takut kalau-kalau terjadi apa-apa pada anak ini selama bersama dengannya, dia tak akan tahu apa yang sebaiknya dilakukan. Anak-anak adalah makhluk yang rapuh, harus dijaga dengan baik, itu kata pamannya dulu.

KYURUUUUUUUUKKKKKKKK

Bunyi barusan... Bunyi perut?

Tokiya menoleh pada anak tersebut. "Ma, ma, ma, ma, maaf!! Karena tadi pagi Saya tidak berselera makan dan Heidi menangis sampai-sampai tidak mau keluar dari kamarnya, jadi Saya tidak sarapan....." katanya menjelaskan dengan agak panik. Tokiya tersenyum padanya. "Bagaimana kalau kita makan? Aku akan mengantarmu ke Central Town, ada banyak kafe dan restoran disana," katanya menawarkan.

Langsung saja tanpa mempedulikan protes anak itu Tokiya segera menggendongnya. Ringannya, Tokiya tak ada masalah dalam menggendong anak itu. Dan akhirnya mereka berjalan menuju Central Town.


-OUT-

((OOC: Akan saya buat tretnya di Central Town, tunggu ya. *lagi stuck dikit karena demam*))

OOC : Ceritanya Toki gendong di punggung kan??
ndak apa2, kalo demam ya istirahat dikit dulu~~~~~~

"Bagaimana kalau kita makan? Aku akan mengantarmu ke Central Town, ada banyak kafe dan restoran disana," katanya menawarkan.

"Ah..., tapi...." Belum selesai berbicara Voidy merasakan sensasi yang aneh. Kakinya tidak menginjak tanah dan tubuhnya terasa melayang.

"Hoeehhh~~~" Tahu-tahu Voidy sudah mengantung di punggung Senpai tersebut. Bukannya dia tidak pernah digendong sebelumnya, sering malah. Tapi kalau pertama kali bertemu dan langsung di gendong seperti ini, mau tak mau Voidy agak malu dan kikuk.

Tapi Voidy mendiamkannya. Senpai ini benar-benar baik. Jadi dia tidak ingin menolak kebaikannya. Berada di punggung seseorang, rindu rasanya.

Senpai itu berjalan ke tempat yang tidak diketahui arahnya, dan mereka berdua pergi dari gerbang yang menjadi awal kehidupan baru gadis kecil itu.

OUT~~~~~~~~~~