Miyu's Resident

Quote :

Miyu's Resident

Tempat tinggal Miyu untuk sekarang. Terletak tidak jauh dari Central Town. Dengan berjalan kaki cukup 15-20 menit. Dengan kendaraan cukup 10 menit. Dapat dijadikan tempat ngumpul anak-anak Laten.*kalo ada yg mau*

BRAKK!!!

Miyu membanting pintunya. Dengan perasaan kesal, Miyu duduk di mejanya dna mengambil sebuah buku. Diarynya.

Quote :

xx xx 2008

Hari ini, aku ke Central Town dan bertemu beberapa orang. kazu, pria berambut nanas, umm kalau tidak salah mantan Student Agent dan...Chiaki. Kazu, anak itu dingin sekali dan kata-katanyamenyebalkan juga. Tapi lucu juga melihatnya masih seperti anak-anak. Chiaki, sudah 7 tahun tidak bertemu, tidak disangka ternyata dia masih ada di akademi ini.

Dan....

Miyu menghentikan sebentar menulisnya, sebenarnya dia tidak mau mengungkit hal barusan.

Quote :

Di Woods malam ini, aku bertemu lagi dengan Chiaki, seseorang yang sepertinya kukenal dan....Pria itu. Pria yang dulunya kukira meninggal. Tidak, kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Entah kenapa, dia muncul di hadapanku, hanya membuatk ukembali mengingat masa lalu. Tapi, dia lupa..Lupa padaku..Dan bahkan berbicara tanpa perasaan. Kemudian dia pergi setelah mengajukan taruhandan entah untuk apa cincin ini. Manusia macam apa dia sekarang, tidak punya otak. Bodoh..SANGAT SANGAT BODOH!!!!
Tapi...Entah kenapa hati dan mulut tidak berkata sama. Meskipun aku berkata begitu membencinya tapi....

Miyu berhenti sejenak, air matanya menetes. Miyu menatap cincin yang diberikan Sei tadi, berada di jari tengahnya.

Quote :

....Tapi aku masih menyukainya, aku ingin dia ingat padaku, ingan hubungan kita dulu, meskipun tidak terlalu baik tapi...Itu sudah cukup.

Miyu menutup diarynya dan membiarkannya tergelatak di atas meja. Setelah itu Miyu melempar dirinya ke kasur dan menangis hingga tertidur.

Setelah berputar-putar pada hari yang masih subuh itu, Sei akhirnya mendapatkan alamat dari seseorang yang ia temui sebelumnya. Untung saja ada beberapa orang yang belum tidur pada malam itu, bila tidak mungkin ia harus menunggu sampai pagi dulu. Well, walaupun ia tidak berhasil mendapatkan alamat dari dua orang lagi yang ia temui sebelumnya, karena mungkin tempat tinggal mereka yang cukup jauh dari Central Town, tetapi satu saja sepertinya sudah cukup. What the.. H***.., Sei sepertinya cukup terkejut walaupun tampangnya seperti biasa ketika melihat ke alamat yang tertera pada tulisan di kertas yang dibawanya lagi, yang bertuliskan 'Kunogi Miyu'. Dan, tampaknya itu adalah nama cewe yang tadi sebelumnya ia buat menangis, yah, walaupun ia tidak merasa ia membuatnya menangis karena dia sudah menangis duluan saat melihatnya. Tapi, apa boleh buat karena ia sudah berada di sini, ya sudahlah.

Ting Tong

Sei menekan tombol bel yang ada di depan rumah itu, well setidaknya ia masih merasa tidak apa-apa sampai ia baru sadar bila ia datang ke tempat itu terlalu pagi. Paling tidak bagus kalau cewe itu tidak mendengarnya, karena ia bisa menunggu sampai pagi dulu. Tetapi bila cewe itu terbangun, tampaknya ia harus memikirkan kata-kata apa yang harus ia keluarkan..

Ting Tong

Bel rumah Miyu berbunyi. Miyu langsung terbangun mendengar suara itu. "Tidak etis sekali berkunjung pagi buta begini." ujarnya setelah melihat jam di meja dekat tempat tidurnya.

Miyu bangun dengan malas dan pergi ke kamar mandi sebentar untuk mencuci mukanya. Setelah selesai mengelap wajahnya yg basah, Miyu berjalan ke arah pintu dan membukanya.

DEG!!

Pagi-pagi buta begini, berdiri seseorang di hadapannya. Orang yang membuatnya menangis kemarin. Well, siapa lagi kalau bukan si br*****k Sei?

Miyu terbelalak. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Great.., Tampaknya ia benar-benar membangun orang itu. Mau bagimana lagi, dibandingkan kabur yang dapat merusak imagenya lebih bai ia menjawab pertanyaan cewe itu saja.

"APa yang kau lakukan di sini?"

"Simpel saja, menarik kembali kata-kata yang telah kuucapkan sebelumnya", ucapnya dengan nada dinginnya, dan mata yang dialihkan pandangannya agar tidak melihat cewe itu secara langsung, seraya tidak ingin urusannya dengan cewe itu semakin panjang.

"Simpel saja, menarik kembali kata-kata yang telah kuucapkan sebelumnya"

Mendengar hal itu Miyu merasa sedikit kesal dan menarik kerah baju pria itu. "Dengan gampangnya kau mengucapkan dan menariknya lagi. Apa masalah ini bagimu semudah membalikkan telapak tangan?"

Perlahan, Miyu melepaskan genggamannya. "Kuharap kau kembali ingat, dan jangan pernah berubah....Tetaplah jadi Sei yang dulu." Miyu menundukkan kepalanya.

"Aku...ingin tahu tentang apa yang telah terjadi tujuh tahun lalu", ujar Sei mengungkapkan maksud sesungguhnya kenapa ia datang ke tempat itu, entah Miyu akan mengerti atau tidak, Miyu sendirilah yang akan memutuskannya nanti.

Ia kemudian menghela pelan, dan melihat ke arah Miyu sambil melanjutkan perkataannya dengan nada yang lebih dipelankan dari sebelumnya, "aku tidak ingin lari lagi, aku ingin mengetahuinya, tentang apa yang terjadi sebelumnya. Karena itu, apakah kau dapat menceritakan apa yang telah terjadi antara aku, kau, dan orang-orang yang pernah kutemui di akademi ini?"

"Aku...ingin tahu tentang apa yang telah terjadi tujuh tahun lalu"
"aku tidak ingin lari lagi, aku ingin mengetahuinya, tentang apa yang terjadi sebelumnya. Karena itu, apakah kau dapat menceritakan apa yang telah terjadi antara aku, kau, dan orang-orang yang pernah kutemui di akademi ini?"

Miyu menatap wajah Sei. "Tujuh tahun lalu...Aku bertemu denganmu di Central Town. Meskipun dingin, kau orang yang baik. Sejak saat itu, aku mengejarmu." Miyu menunduk, merasa sangat malu mengucapkan hal itu. "Entah kenapa, setelah beberapa lama, kau bilang ingin bunuh diri. Jelas aku menolak. Lalu datanglah perempuan itu, yang berkacamata di Woods kemarin. Dia yang mengabulkan permintaanmu itu."

Miyu berusaha menahan tangisannya. "Apa kau sudah puas dengan jawaban itu?"

Sei hanya menganguk pelan saat mendengar penjelasaan cewe itu, tapi entah kenapa ia tidak merasakan apa-apa, mungkin memang belum saatnya ia untuk mengingat. Pada akhirnya ia hanya menghela lagi sambil melipat kedua tangannya.

"Dan, sekarang, kenapa kau terlihat seperti ingin menangis?", tanya Sei lagi ketika melihat Miyu yang sepertinya sedang berusaha menahan untuk tidak menangis. Yah, walaupun Sei sendiri kurang peka untuk menyadari kenapa cewe itu menangis.

"Dan, sekarang, kenapa kau terlihat seperti ingin menangis?"
"Tidak!Aku tidak ingin menangis!!" Miyu berusaha mengubah raut wajahnya.

Miyu menutup pintu rumahnya yg sejak tadi terbuka.

"Lalu, bagaimana dengan tantanganmu?Apa kau datang untuk itu?"

"Tidak!Aku tidak ingin menangis!!"

"Kau berbohong", balas Sei yang entah kenapa bisa tahu Kalau Miyu berusaha menyembunyikannya, walaupun Miyu sudah mengganti raut wajahnya.

"Lalu, bagaimana dengan tantanganmu?Apa kau datang untuk itu?"

"Sebelum itu, aku ingin bertanya kepadamu sekali lagi", balasnya kepada pertanyaan yang dilontarkan Miyu yang seperti ingin mengalihkan pembicaraan dengan nada yang cukup serius. Yah, walaupun pertanyaannya yang tadi tidak perlu terlalu diungkit-ungkit. "Untuk apa kau hidup...dan apa keinginanmu bila kau menang?", lanjutnya dengan penekanan pada kata kata-katanya yang pertama.

"Kau berbohong"
"DIAM!!!!KAU TAU APA HAH??" Miyu berusaha mengelak. Tidak ingin Sei tau.

"Sebelum itu, aku ingin bertanya kepadamu sekali lagi"
"Untuk apa kau hidup...dan apa keinginanmu bila kau menang?"
"Untuk apa aku hidup? Apa keinginanku kalau menang?" batin Miyu.

"Aku...Aku...Aku ingin hidup untuk menikmati indahnya hidup sebelum aku mati. Dan jika aku menang...." Miyu menunduk sejenak sebelum kembali menatap Sei. "Aku ingin kau ingat akan hal 7 tahun lalu. Dan aku ingin kau jangan pernah pergi jauh lagi. Mengerti?" Entah kenapa, air mata Miyu tidak bisa ditahan lagi. "Jangan pergi lagi dari sisiku, Sei."

"Jangan pergi lagi dari sisiku, Sei."

"Jangan khawatir", itulah ucapan yang langsung keluar dari Sei ketika Miyu mengucapkan kata-kata yang sepertinya menginginkan agar Sei tidak pergi. "Aku tidak akan pergi dari tempat ini sampai tujuanku tercapai"

"Hanya saja, aku heran kenapa masih ada orang yang masih mengkhawatirkanku", ujarnya lagi karena tidak habis pikir ada saja yang masih mengingatnya padahal, ia sendiri tidak dapat mengingat mereka yang pernah bertemu dengannya.

"Jangan khawatir"
Miyu tersenyum meskipun tampak agak sedih, "Terima kasih."

"Aku tidak akan pergi dari tempat ini sampai tujuanku tercapai"
"Kalau aku boleh tau, memangnya apa tujuanmu?"

"Hanya saja, aku heran kenapa masih ada orang yang masih mengkhawatirkanku"
Miyu tersenyum kecil lagi, "Mungkin mereka memang melupakanmu, tapi aku....Tidak mungkin melupakan senyumu yang dulu itu." ujar Miyu yang entah kenapa, merasa sangat damai berada bersama Sei.

"Kalau aku boleh tau, memangnya apa tujuanmu?"

"Itu...Maaf, aku belum dapat memberitahunya kepadamu", ujarnya yang merasa belum siap untuk jujur dan memberitahukan jawabannya kepada orang lain selain kepada dirinya sendiri.

"Mungkin mereka memang melupakanmu, tapi aku....Tidak mungkin melupakan senyumu yang dulu itu."

Entah kenapa mendengar kata-kata Miyu yang menyatakan bahwa ia pernah tersenyum sebelumnya membuatnya agak merinding, entah kenapa ia merasa ucapan itu tidak cocok untuk dirinya yang ia sendiri merasa bahwa ia tidak dapat tersenyum selayaknya orang-orang biasa sekarang. "Serius?", ucapnya yang kemudian dilanjutkan dengan ia yang melirik jamnya. "Ah, dan, maaf membuatmu bangun di tengah subuh seperti ini"

"Serius?"
"Mungkin kau memang tidak ingat yah." ujar Miyu. Tangnnya mengarah pada kepala Sei dan mengacak rambutnya. "Kau ini lucu."

"Ah, dan, maaf membuatmu bangun di tengah subuh seperti ini"
"Hmm, tidak apa-apa oke?" Miyu melirik jamnya.

Rrrrr...

HP Miyu berbunyi. "Oh, sebentar."

Miyu mengambil HPnya dan mengangkatnya di dalam. "Halo?Oh, ya?" Miyu agak kaget mendengar kabar itu, tapi gembira juga. "Aku mengerti, segera~"

Miyu mematikan HPnya dan menemui Sei di luar. "Maaf, bisa tunggu sebentar?Aku ada perlu di dalam." Miyu menutup pintunya. Dengan segera mandi dan berganti baju. *weleh, cepet bener?0__o*

"Maaf, menunggu lama yah?Begini, aku ada urusan anak Laten. Jadi, lain kali kita bertemu yah." ujar Miyu. Sebenarnya Miyu agak malu, namun kapan lagi?

Cup..

Miyu mencium pipi Sei dan tersenyum. "Aku duluan yah."

(out)

"Eh..?", gumamnya pelan yang agak terkejut walau ekspresinya tidak menunjukkan ia tidak terkejut, atau bisa disebut seperti biasanya ketika Miyu mencium pipinya. Yah, walaupun memang ada beberapa negara atau tempat yang melakukan adat seperti itu ketika mengucapkan salam, tetapi yang ia tahu itu hanya dilakukan oleh orang-orang dekat. Dan tentu saja ia agak terkejut, karena bagaimana pun, seingatnya sampai sekarang, cewe itu adalah orang yang pertama kali menciumnya. Yah, walaupun itu adalah ciuman di pipi.

Yap, dan sekarang tidak ada orang lagi di tempat itu. Cewe yang bernama Miyu itu juga telah kabur entah kemana dengan alasan ada urusan lain, dan karena tidak ada yang ia rasa perlu dikerjakan di tempat itu lagi sekarang, Sei memutuskan untuk pergi dari tempat itu.

---out---

Cklek..

Miyu membuka pintu yg terkunci.

"Ahh...Cape." gumam Miyu yg kemudian mengambil diarynya.

Quote :

Tanggal xx bulan xx tahun 2008


Fuhh, pesta penyambutan Laten sangat menyenangkan. Dan well, akulah pelopor acara lempar-lempar kue. Namun berakhir juga karena bosan. Ah, pokoknya kacau sekali. Ada juga yg terbaring, dia membuatku tersandung dan jatuh. Ah, kutendang saja dia.

Oh, ya tadi waktu patroli, kok ada 3 murid yg diinterogasi? Ah, ada Sei juga. Mereka sih malam-malam di sana, dan memberikan alasan yg tidak masuk akal. Kena hukum deh sama 2 guru lainnya. Namun, ah mereka kabur. Sutralah~

Miyu menutup diarinya dan terbaring di atas kasur. Semakin lama, matanya tertutup dan tertidur.

----------------------------------------------------------------
Cit..Cit..Cit..

Ah, pagi yg indah, dibangunkan oleh kicauan burung. Matahari pun bersinar cerah, menembus tirai kamar seorang putri cantik yg sedang tertidur.
"Fuahh..Another beautiful day eh?" Miyu menguap dan segera bangun dengan semangat. Dengan segera dia mandi dan berpakaian. "Oh, semoga ada yg menyenangkan hari ini." gumamnya, dan berjalan keluar setelah mengunci pintu rumahnya.

(out)