Ayuri's residence

Quote :

Terletak paling pinggir dari perumahan lainnya (butuh 40 menit untuk ke sana dengan jalan kaki dan 20 menit melalui kendaraan). Sempat ditinggali oleh kakaknya, Hikarichi Haruki yang meninggal pada suatu misi. Sekarang menjadi perumahan bagi Ayuri.

Setiba di perumahannya, wanita rambut merah ini langsung meletakkan kedua buku tersebut di meja luar dan memasuki ke rumahnya dari beranda. Beberapa menit kemudian, Ayuri datang dengan sebuah botol susu dan melihat seekor kucing kecil yang sudah menunggu di beranda; tampaknya dia sudah tahu kedatangan guru pengawas ini.

Ayuri segera meletakkan satu wadah kecil dan menuangkan susunya. Otomatis kucing itu mendekati wadah berisi susu tersebut dan menjilat2 susu tanda ia meminumnya.

"..." wanita ini hanya memandang kucing tersebut yang menikmati susu yang diberikan olehnya.

Setelah kucing tersebut pergi, Ayuri segera memasuki ruangan dan mengambil sebuah memo kecil dari atas meja.

Quote :

Tanggal XX Bulan XX tahun 2008

Reuni SMT

Setelah menulis, ia meletakkannya kembali dan keluar dari beranda. Ayuri melihat 2 buku yang terletak di meja. Diam sebentar lalu mengambil buku yang sempat diberikan oleh Byakuran dan meninggalkan tempat

(out)

Drrrrrrrsssssshhh!!

Hujan masih belum reda, Ayuri berjalan menuju ke rumahnya. Seekor anak anjing yang terselimut dalam jaketnya masih berada di pelukannya. Sesampai di beranda, wanita ini menaruh payungnya dan menurunkan anjing tersebut sebelum ia mengibas2kan rambutnya yang sedikit basah karena hujan.

Sewaktu ia melepaskan kacamatanya, hewan yang tadi dibawanya mengorek2 jendela di beranda. Ayuri melihat bahwa anjing mungil itu meratap kepada tangisan langit. Diam sebentar, diapun ikut menatap langit yang bergerumuh tersebut. Sekian lama kemudian, guru pengawas ini mengangkat anjing putih yang basah dan berjalan untuk mandi.

15 menit kemudian...

Ayuri keluar dengan piyama handuk diikuti anjing kecil tadi. Anjing itu menjadi lebih putih dibandingkan sebelumnya, tidak heran bila habis dimandikan. Wanita berambut merah ini jongkok dan menatap kepada hewan mungil itu yang terus menjulurkan lidahnya dan menggonggong kecil. "Arf! Arfh! Arf!"

Hujan sudah berhenti, sudah saatnya Ayuri harus kembali keluar seperti biasanya. Dia sekarang mengenakan baju yang cukup kasual; baju turtle neck dan celana jeans pendek selutut. Tidak lupa juga dengan jaketnya yang ia turunkan hingga ke lengannya.

Sewaktu keluar dari rumahnya, anak anjing putih tersebut mengikuti langkah wanita berambut merah. Suatu memo tertera pada meja, bertuliskan:

Quote :

Menemukan anjing, memutuskan memeliharanya, nama...

Azure

(out)

Ayuri tiba di rumahnya bersama anjing peliharaannya tersebut. Sewaktu akan masuk, suara menyalak dari Azure berbunyi. Diapun menoleh arah suara nyalak hewan peliharaannya dan melihat sesuatu yang...berdarah. Wanita berambut merah tersebut berjalan kecil mengarah ke 'sesuatu' itu. Ternyata, itu adalah kucing yang pernah menunggu di depan rumahnya untuk 'meminta' susu. Dia terluka dan terlihat luka sayatan seperti habis berkelahi.

Dengan lembut, wanita berkacamata ini mengangkat kucing malang itu dan memasuki rumah, diikuti Azure. Pelan2 ia menaruh kucing tersebut di atas bantal bekas, lalu meninggalkannya sebentar untuk mengambil obat P3K. Sementara itu Azure, anjing peliharaannya wanita itu tidak memasang tampang marah kepada kucing yang terluka itu. Bahkan, ia malah menjilati bagian2 luka hewan malang itu. Sepertinya aturan 'anjing dan kucing bermusuhan' itu tidak berlaku pada kedua hewan ini...

Ayuri kembali dengan P3K di tangannya. Lalu langsung ia mengobati serta membaluti hewan tersebut. Sekitar 2 jam, kucing tersebut sukses dibalut.

"...meow..." kucing tersebut ber-meong lemah. Sepertinya hewan berbadan ringan ini mau berterima kasih kepadanya. Guru pengawas itu hanya menatap kepada kucing itu dan...

BRUK!

Kali ini wanita berambut merah ini malah ambruk. Yah, mau bagaimana lagi...akhir2 ini dia terus bergadang selama beberapa hari tanpa ada waktu istirahat ataupun makan. Tidak heran jika badannya tergolong sangat kurus bila diukur oleh badan cewek lainnya.

Anjing putih tersebut menyalak sebentar sambil sesekali menjilat wajah majikannya, namun apa daya...wajah wanita ini meski tidak menunjukkan emosinya, bisa terlihat jika ia memucat, tanda dia akan sakit.

"Guk! Guk! Guk!" suara gonggongan dari Azure tersebut kian mengeras hingga di luar rumahnya juga terdengar, seperti ingin minta tolong kepada orang luar.

OOT: siapa saja yang membaca post ini, tolong respon Azure yang menggonggong ini. Ayuri pingsan ^^;

Mako yang sedang numpang lewat, mendengar gonggongan anjing.

Dia pun mendobrak pintu, karena penasaran.

Dia pun melihat....Ayuri pingsan.

"Huaa!" ujarnya kaget.

"Tenang, anjing kecil! Pertama, kita gotong majikanmu ke tempat tidur dulu" Mako menggotongnya ke kasur.

"Gimana ya...apa dia sakit?"

@Mako: dibawa ke RS aja :3
IT:

Wajah Ayuri makin lama makin memucat. Badan juga kian melemah dan panas. Dia sekarang benar2 sakit! Inilah akibat dari dirinya yang terus ngotot bergadang dan juga tidak memakai jaket sewaktu hujan kemarin.

@Ayuri: ok

---

"Baiklah! Kubawa ke rumah sakit saja....Anjing kecil, ikut saja" Mako menggendong Ayuri di punggungnya dan membawanya ke rumah sakit.
[out]

Ayuri yang terus dirangkul oleh Nauka tiba di perumahannya. Rumahnya bisa dibilang sederhana, tidak besar, tidak kecil. Namun yang menakjubkannya adalah pemandangan dari sisi rumah ini. Bisa terlihat wilayah2 Akademi di sekitar yang luas itu.

Dia kemudian menurunkan Azure lalu membukakan beranda rumahnya dan melihat kucing yang sempat ia obati tersebut sedang duduk manis di atas bantal bekas. Sepertinya ia dari tadi menunggu kedatangan wanita berambut merah itu.

Nauka tidak begitu sadar akan sekelilingnya, ia bahkan tidak begitu memandangi kesederhanaannya. Pria itu mengambil langkah panjang dan cepat, mendahului Ayuri menuju kucing yang masih dalam masa penyembuhan.

"...Lama-lama mungkin kau bisa membuat pondok pengayom satwa," komentar Nauka jujur sambil tetap memandangi kucing itu. Ia tampak tak berani menyentuh mahkluk kecil itu, takut sentuhannya dapat menghancurkan kucing kecil itu menjadi berkeping-keping.

Azure yang tampaknya kelelahan langsung melengkungkan dirinya dan tidur di sisi pinggiran tembok dekat gorden beranda. Anjing yang pintar...

"...Lama-lama mungkin kau bisa membuat pondok pengayom satwa," komentar Nauka jujur sambil tetap memandangi kucing itu.

"...Kucing itu selalu mengunjungi rumah ini...sejak beberapa bulan yang lalu..." jelasnya yang sekembalinya menuangkan susu ke wadah kecil dan meletakkannya dekat kucing tersebut. Diapun menjilati susunya.

Nauka menarik susu itu menjauh dari sang kucing. Mahkluk itu mengeong-ngeong protes, meminta susunya kembali, tapi Nauka malah bangkit berdiri dan menaruh mangkuk susu itu di tempat tinggi yang tidak bisa diraih kucing tersebut.

"Bukankah kucing sebaiknya tidak diberi susu karena laktosanya tidak cocok untuk dicerna lambung kucing?" tanya Nauka.

"...oh...maaf...aku tidak tahu soal itu..." ucap Ayuri jujur kepada Nauka. Tangan wanita tersebut mengelus kucing mungil dan membuatnya menjadi tenang kembali. Kemudian ia berdiri dan menghadap kepada pria di hadapannya.

"...jadi apa yang harus diberi?" tanyanya.

"Makanan mereka yang asli; daging dan air," jelas Nauka singkat. Ia lalu tampak berpikir sejenak, "Oh, tapi seingatku kucing terkadang makan rumput untuk membantu pencernaan."

Wajahnya serius dan tiba-tiba saja ia, secara sangat tidak disangka-sangka, terlihat dan terdengar lebih intelek.

"Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan selama 7 tahun ini?"

"...rumput? maksudmu rumput laut?..." tanya Ayuri untuk mengetahui lebih jelas. "...akan kucoba mengganti konsumsi makanannya..."

Pertanyaan Nauka membuat Ayuri terdiam sejenak. "...Banyak hal terjadi...kau tahu maksudku..." jawabnya singkat.

"...kau?" tanya baliknya kepada Nauka

"Mengurus adikku sambil kuliah dan kerja sambilan," jawab Nauka pelan. "Menyapu jalan seminggu sekali, mengantar susu pada hari minggu, mengantar koran setiap pagi, pada sore hari bekerja di sebuah supermarket, tugasku membereskan gudang penyimpanan. Terkadang kalau memang ada pekerjaan, aku membantu proyek jalan atau bangunan--sebagai pekerja tentunya."

"Pada musim dingin aku bekerja menyekop salju dari jalanan agar jalanan bersih dan bisa dilewati," Nauka menghela nafas. "Beda sekali ya hidup setelah kehilangan alice? Saat masih memilikinya kamu dianggap aset negara, lalu saat sudah tidak punya kau dikeluarkan."

"Tapi aku lumayan senang sempat keluar."

Nauka menarik lengang panjang dari kemejanya keatas. Lengannya kurus dan putih, tidak terlihat sebagai lengan yang sudah bekerja keras. Tapi terdapat bekas luka kecil di sana-sini, dan lengannya juga tampak kuat.

"..." Ayuri melihat tangan Nauka yang baginya kuat karena hasil tenaganya sendiri, bukan dari kekuatan Alice. Berbeda dengan dirinya yang harus menggunakan Alice-nya untuk melaksanakan setiap misi yang diberikan serta memforsir fisik maupun mental hingga hasilnya seperti sekarang ini, postur tubuhnya menjadi sangat kurus meski bila dinilai dari orang lain tubuh wanita ini sempurna. Namun baginya, tempat ini memang adalah 'rumah' tetapi juga sebagai 'penjara' yang menakutkan.

"...Kalau begitu...Kenapa kau kembali?...Kenapa Alice-mu bisa kembali?" tanya wanita berambut merah itu memegang kedua tangannya Nauka, melihat setiap luka kecil pada lengan pria itu.

"...bukankah menjadi seorang biasa lebih baik daripada menjadi yang 'terpilih?"

"Aku bilang 'aku lumayan senang sempat keluar'. Bukan 'aku senang aku keluar'," koreksi Nauka dengan senyum lebar.

"Alice-ku tidak pernah hilang, hanya tertahan. Sepertinya baik aku maupun adikku terlalu banyak menggunakan alice kami yang hanya terbatas itu. Bisa dibilang itu masa-masa... 'isi-ulang'."

Ia lalu menggulung kembali lengan bajunya, menutupi luka-luka itu dibalik tirai kain katun putih, lalu melanjutkan, "Mau dengan alice atau tanpa alice, kurasa aku masih bisa bersenang-senang. Jadi aku tidak peduli apakah alice itu ada atau tidak."

"Pada dasarnya merasa senang kan dari diri kita sendiri."

"...senang..." gumam kecil Ayuri menundukkan kepalanya. Sepertinya semenjak wanita ini masuk ke Akademi ini, tidak ada satupun baginya hal yang senang.

Wanita berambut merah ini berdiam diri, merenungkan akan perkataan Nauka tadi. Memang sewaktu di masa lalunya sebelum ia mempunyai Alice, hidupnya bisa dibilang bahagia bersama yang lainnya. Namun ingatan itu semakin memudar dan menghilang setelah Alice-nya aktif lalu 'mengamuk' membunuh orang2 di malam hari. Hanya perasaan penuh penyesalan di balik wajahnya yang tanpa emosi itulah ada...

"...aku iri padamu... tanpa beban... optimis..." ujar Ayuri memulainya.

"...ingin rasanya terlahir kembali tanpa Alice...menjadi seorang biasa..." lanjutnya menarik jacketnya yang sejak semula turun ke bawah hingga lengan ke samping sehingga terlihat ia memeluk dirinya.

"Aku tidak optimis," koreksi Nauka lagi. "Aku hanya berusaha menghargai apa yang aku dapat--pada dasarnya manusia tidak pernah akan puas, kan?"

"..." Ayuri hanya mengangguk kemudian terdiam. Mendengar omongan Nauka entah apa wanita ini merasa lebih baik atau malah kebalikannya.

Setiap perkataan yang terus dilontarkan oleh pria di depannya mengena dengan masalah yang wanita berambut merah ini dapat. Seolah dia bisa mengetahui isi hati Ayuri yang penuh dengan penderitaan dalam berbagai hal, dari fisik maupun mental.

Ayuri semakin menarik jacket-nya ke samping sambil menundukkan kepalanya. Entah apa yang sedang ia pikirkan sekarang.

"Ngomong-ngomong," ucap Nauka tiba-tiba dengan nada yang jauh lebih santai dari biasanya, seolah berusaha mencairkan suasana yang sempat serius untuk sesaat. "Kamu punya kamar ekstra di rumahmu ini? Aku tidak punya rumah disini, boleh numpang?"

"Tidur di sofa-pun tidak masalah sih. Dan aku janji tidak akan masuk kamarmu."

Pikirannya langsung terbuyar sewaktu Nauka meminta sesuatu darinya, yaitu menumpang.

"...aku punya satu kamar lagi, tepatnya di samping kamarku." jawab Ayuri.

"...tapi...aku sangat jarang menggunakannya. Tempatnya sangat berdebu. Kalau kau mau, kita bersihkan kamarnya supaya kau bisa memakainya..." lanjutnya.

"Mmm~ Benar boleh? Yeay~" Suaranya mendadak terdengar seperti anak kecil. Nauka melompat mendekati Ayuri dan memeluknya. "Ayoo~!"

Matanya berbinar-binar, senyumnya lebar. Tapi siapapun yang melihatnya tentu akan bertanya-tanya apakah sebenarnya yang membuatnya sedemikian girang.

Wanita berambut merah ini hanya diam saja sewaktu Nauka memeluknya. Bisa dibilang dia sudah terbiasa dengan dipeluk2 oleh orang lain.

"...mau kutunjukkan dulu kamarnya?" tanya Ayuri kepada Nauka.