Ayuri's residence

"Mau, mau," jawab Nauka cepat dan antusias. "Jelekpun tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan kamar no star."

"...baiklah..." ujar Ayuri singkat lalu berjalan sambil memegang tangan Nauka untuk menunjukkan kamar yang tidak terpakai tersebut. Baru saja mereka melewati kamarnya Ayuri dan benar, kamarnya berada di samping kamar wanita ini.

Diapun membukakan kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Kamarnya cukup luas dan tersedia lemari pakaian serta perabotan kamar lainnya (meja, kursi, dll). Terlihat jelas ruangannya sangat berdebu, bahkan lantai maupun tempat tidurnya.

Ayuri kemudian berjalan menuju ke jendela dan membuka gorden yang juga sudah berdebu. Di mana2 penuh dengan kotoran udara sehingga membuat wanita ini sedikit terbatuk mencium ruangannya.

"...tampaknya akan membutuhkan waktu yang lama untuk membersihkannya..." ujarnya kecil melihat sekelilingnya.

Tiba-tiba dari balik punggung Ayuri, Nauka telah berdiri di samping kipas angin listrik besar yang... tampaknya tidak memerlukan listrik.

"Ayuri, berhenti disitu ya." ucapnya pelan sambil tersenyum simpul.

Ia menekan tombol "on" dan kipas angin besar itu berputar, menghembuskan angin kencang yang meniup debu-debu itu keluar jendela dengan cepat.

Rambut panjang Ayuripun ikut tertiup angin dan berubah acak-acakan.

Nauka menghentikan alatnya dan tertawa kecil.

"Tampaknya dugaanmu salah," senyum Nauka. Kini ruangan itu jadi jauh lebih bersih, meskipun masih perlu dirapikan. Setidaknya debu-debunya jauh berkurang.

Melihat apa yang Nauka lakukan membuat Ayuri semakin terbatuk2 dikarenakan debu2 yang diterbangkan keluar jendela. Namun hasilnya cukup memuaskan, sebab sebagian besar debu sudah disapu bersih. Diapun merapikan rambut merahnya yang berantakan tadi lalu berbalik kepada Nauka dan...

"...kau itu..." ujar Ayuri mencubit pipi pria tersebut. Entah apa karena gemas atau rada kesal karena mendadak Nauka menggunakan alat anehnya.

Tetapi beberapa detik kemudian, wanita itu melepaskan cubitannya dan berjalan keluar kamar. "...tunggulah di sini. Aku akan mengambil lapnya..." ucap Ayuri sebelum benar2 meninggalkan ruangan.

Nauka hanya tersenyum rese ketika dicubit lalu berjalan dan membuka-buka lemari pakaian dan laci meja.

Setelah memastikan Ayuri telah meninggalkan lokasi itu, Nauka melepas kemeja putihnya dan meletakannya jauh dari tempat kotor. Tampaknya itu satu-satunya baju yang ia punya, dan ia tidak mau baju itu jadi kotor.

Tangannya lalu meraih ke dalam sakunya, menarik sebuah kain lap yang entah kenapa bisa ada di dalam saku celana itu, dan mulai melap perabotan yang ada.

Ayuri mengambil ember berisi air, lap, dan kain pel. Sewaktu akan kembali ke kamar yang akan dibersihkan, terlintas sesuatu dibenaknya. Tepat dia berdiri dekat pintu kamarnya, wanita ini kemudian mengambil sesuatu dari bawah kasurnya. Entah apa yang dia lakukan di kamarnya. Sesaat kemudian, dia langsung keluar dari kamar dan menuju ke ruangan lain.

Melihat Nauka sekarang sudah mulai bekerja, Ayuri segera mengambil kain yang sudah dicelup di ember berisi air tersebut dan mulai mengelap lantai.

Nauka beralih pada tempat tidur dan mengangkat kasurnya, mendorong kasur itu keluar lewat jendela. Entah bagaimana caranya kasur itu berhasil dikeluarkannya.

Ia lalu meletakan kasur itu dibawah terik matahari, dan kembali melompat masuk ke dalam melalui jendela.

"Maaf merepotkan ya," ucap Nauka tulus pada Ayuri. "Terima kasih banyak."

"...tidak apa2...sudah lama aku tidak bekerja seperti ini..." ujarnya sambil terus melanjutkan ngepelnya yang hampir selesai. Kemudian dia memasukkan pelnya ke ember berisi air dan mengeluarkan kotoran2nya.

Keringat sudah mulai mengalir di tubuhnya, Ayuri mengelap wajahnya yang berkeringat tetapi tidak menyadari bahwa wajahnya terkena kotoran debu yang tertempel di tangannya.

Nauka tersenyum geli melihat wajah Ayuri yang malah jadi kotor dan spontan berusaha melap debu itu dari wajah Ayuri. Namun karena sama-sama kotor, alhasil malah jadi semakin hancur. Nauka tertawa lepas melihat wajah Ayuri yang sekarang seperti anak pedalaman dengan coretan wajah.

"Mungkin sebaiknya kamu mandi dulu deh," saran Nauka di sela tawanya. "Ini kan sudah hampir selesai. Biar aku saja yang melanjutkan."

Ayuri awalnya diam saja namun sekian detik kemudian dia langsung mengambil kain pel di tangan Nauka dan mengelap wajah pria tersebut. Alhasil wajahnya juga kotor berkat kotoran debu yang menempel di kain pel itu.

"...sekarang kita samakan?" ujar wanita berkacamata itu yang berlalu keluar dari kamar yang hampir selesai ditata.

Nauka kaget dan terdiam untuk sesaat. Tapi kurang dari semenit kemudian ia sudah bangkit berdiri dan mengejar Ayuri.

"Tidak sama dong!" protes Nauka, tapi wajahnya masih tersenyum iseng. "Pinjam kamar mandinya!"

"..." Ayuri terdiam, seolah tahu reaksi Nauka setelah ia melakukannya yang sama seperti pria itu.

"...kau pertama bilang padaku untuk mandi duluan...sekarang kau mau duluan..." ujarnya kepada Nauka. Entah perkataannya hanya sekedar iseng atau 'balas dendam'.

"...Jangan bilang kamu hanya punya satu..." ujar Nauka pelan.

"...benar...kenapa?" tanya Ayuri dengan polosnya kepada Nauka meski pada wajahnya terlihat tidak beremosi.

"...Ya sudah, kamu duluan saja," ucap Nauka pelan. Nada suaranya terdengar bergetar dan tidak jelas, karena ia berbicara dengan bibir yang masih sedikit tertutup. Ia berhenti berlari dan tampak menundukan wajahnya.

"Ayuri," ujarnya pelan dan lemah. Suaranya rendah. Ia memegang lehernya yang masih dikalungi choker baja dengan kedua tangannya dan bernafas berat. Ia terjatuh ke lantai. Matanya masih terbuka, tanda ia tidak pingsan. Tapi ia mulai terbatuk-batuk dan berusaha menghirup udara sebanyak mungkin.

Wanita berkacamata itu mendengar suara Nauka yang sepertinya tidak biasanya. "...ada ap-..." kata2nya terhenti sewaktu melihat pria yang bersamanya dari tadi langsung tersungkur di lantai. Ayuri langsung menghampiri Nauka dan melihat lehernya yang tercekik disebabkan oleh limiternya berbentuk choker baja.

"...limiter-nya..." gumam Ayuri.

Tiba-tiba tangan Nauka lepas dari lehernya dan meraih pundak Ayuri, menarik dekat wajah Ayuri dan dengan gerakan cepat memeperkan debu di wajahnya pada wajah Ayuri.

"... Tapi bohong~!" ujar Nauka usil sambil tertawa lepas dan berlari menjauh, masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu.

Dari balik pintu masih dapat terdengar tawa renyah Nauka.

"Mandi dulu gih, aku bersihkan tempat ini."

Ayuri sedikit tersentak dengan kelakuan Nauka yang semakin menjadi2. Ingin rasanya menggaplok pria itu, tapi mana mungkin ia melakukannya...

"..." wanita ini langsung berbalik dan menuju ke kamar mandi untuk mandi.

Baru beberapa saat Ayuri masuk ke dalam kamar mandi, Nauka sudah mengetuk-ngetuk pintu.

"Sudaaah?"

Belum melepaskan pakaiannya, suara ketukan dari luar terdengar yang tidak lain dari Nauka.

Ayuri membuka sedikit pintu dan menatap kepada Nauka. "...belum..." ujarnya yang kemudian menutup kembali.

Nauka berjongkok di depan pintu kamar mandi sambil mengipas-ngipasi lehernya. Hawa hari itu lumayan ganas; lembab dan panas.

"Ayuri~" panggilnya lagi. "Ukuranmu berapa?"

Dia kemudian membuka bajunya dan masuk ke lemari kaca. Dia lalu menyalakan showernya dan mulai mandi.

Kepalanya entah kenapa langsung kejedug begitu Nauka menanyakan ukuran. Ukuran apaan? Ukuran tubuhnya?

Ayuri masih diam saja, tidak menjawab pertanyaannya pria itu tadi.

Ia kembali mengetuk pintu.

"Ayuri? Kamu masih ada?"

Ayuri masih diam saja meneruskan mandinya, tidak peduli dengan panggilan Nauka yang tampaknya iseng.

Nauka menggembungkan pipinya ketika dicuekin dan mulai mengubek-ngubek isi tasnya.

"Ayuri? Aku masuk ya?"