Where are you?

Pertanyaan Nauka tersebut membuat Ayuri lagi2 sedikit tersentak meski tidak menunjukkan dari wajahnya yang tidak beremosi. Apa dia malu?

"...aku...tidak layak untuk menjadi milik seseorang..." jawabnya.

"...aku 'kotor'...melebihi dari sampah..." lanjutnya.

Nauka memutar bola matanya, seolah-olah berpura-pura tidak mendengar.

"Mau atau tidak?"

Terdiam lagi, lebih tepatnya Ayuri tidak tahu harus menjawab apa. Tiba2 saja orang itu malah melamar wanita berbahaya ini. Apa yang harus ia jawab? terima? menolak?

"...apa yang kau lakukan jika aku jawab...ya?" tanya Ayuri yang sepertinya menerima 'tawaran'nya Nauka.

"Oh?" Nauka menarik ujung bibir kirinya, membentuk senyum asimetris. "Kukira kamu akan menjawab tidak."

"Kamu benar-benar ingin langsung 'menikah'? Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, Ayuri," lanjutnya, senyum asimetrisnya masih menghiasi wajahnya. "Kamu tahu kan aku pernah mencium Amon?"

"...sebenarnya..." ucap Ayuri berhenti mendadak. Berpikir sebentar, sebelum suaranya yang khas; lembut namun datar terdengar. "...aku juga mempunyai teman sepertimu..."

"...dia sangat aneh namun...sangat baik hati..." lanjutnya. "...bagiku...kau sama dengannya...kau sangat baik..."

Senyumnya sirna, matanya berubah tajam dan menatap ke arah Ayuri dengan pandangan yang menusuk.

"Aku bukan orang lain!"

Ia kembali mengigit bibirnya sendiri, lalu memalingkan wajahnya. Pundaknya bergetar dan nafasnya berhembus keras dan berat.

"..." Ayuri tahu bahwa pria yang mendekapnya tidak ingin membedakan dirinya dengan orang lain. Tapi...mau bagaimana lagi. Wanita ini sudah sangat lama meratapi masa lalunya yang kelam. Hidupnya sebagai seorang Sweeper pada Akademi ini terus menghantuinya.

"...maaf..." ujarnya halus tidak melihat wajah Nauka yang marah.

Nauka menghela nafas panjang dan memejamkan matanya sebelum membalik tubuhnya kembali ke arah Ayuri. Ia berjalan tepat ke depan arah pandangan Ayuri.

"...Kamu tidak perlu meminta maaf," bisiknya, nyaris seperti sebuah desisan. Ia membungkuk dan mendekatkan wajahnya pada wajah Ayuri, lalu dengan pelan mengecup pipi Ayuri.

"Aku hanya ingin kamu melihatku sebagai aku. Menyukaiku sebagai aku."

Ia lalu menempelkan hidungnya pada hidung Ayuri.

"...Aku ingin kamu menerimaku."

"..." Ayuri terdiam, menundukkan kepalanya lagi.

"...aku takut..." ujarnya kepada Nauka. "...aku takut untuk menerima lagi..."

"...aku tidak ingin kau bernasib dengan yang lainnya...aku banyak membunuh...aku sudah dipenuhi dengan darah..." wanita berkacamata ini terus tertunduk sambil memeluk dirinya.

Nauka memutar bola matanya, "Apa aku terlihat seperti orang yang peduli soal hal itu?"

"...Aku tak akan membiarkan diriku terbunuh semudah itu dan aku juga tak akan menyakitimu."

"...tapi..." Ayuri berhenti berkata, lebih tepatnya ia tidak tahu harus mengungkapkan apa kepada pria di hadapannya. Dia masih tertunduk... merasa takut, takut akan kehilangan sesuatu yang berharga lagi.

"Tidak ada tapi!" ujar Nauka serius dan tegas. "Tak usah pikirkan dari sisiku, kamu sendiri bagaimana?"

"..." Ayuri sekali lagi diam. Tubuhnya masih dalam ketakutan yang sangat mendalam. Entah hatinya harus berpaling ke mana, satu ke arah orang yang dia anggap sebagai "sahabat pertama" atau pria ini, Nauka.

"...aku...tidak ingin semuanya itu terjadi...aku ingin menghindar..." ujar wanita berkacamata tersebut. "...tapi..."

"...kau ada...kau hadir...aku terus memikirkanmu sejak kau meninggalkan kami 7 tahun yang lalu..." lanjutnya terus memeluk dirinya.

Ryuha tetap tidak keluar dari balik pohon tersebut. Ryuha pun akhirnya duduk, mata Ryuha melihat ke arah rumput, tetapi telinganya tetap mendengarkan kedua orang tersebut.

"Kehilangan seseorang, eh?" batin Ryuha.

OOT: ryuha mesum XDD

Nauka diam dan tak berkata sepatahpun. Ia menatap lurus ke arah mata Ayuri.

Beberapa saat kemudian ia menghela nafas, menghembuskan nafas panasnya ke wajah Ayuri.

"Sebenarnya yang kamu pikirkan itu aku atau sahabatmu? Sebenarnya jawab 'ya' itu untuk aku atau dia?"

Pikirannya melayang, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan Nauka tadi. Siapakah yang sebenarnya ia sayangi? "sahabat lamanya" atau Nauka?

"...bagaimana denganmu? Kau juga mempunyai banyak orang yang dekat denganmu..." ujar Ayuri tiba2 kepada Nauka.

"Aku tidak apa-apa," jawabnya cepat. "Disini yang ragu-ragu bukan aku, tapi kamu."

Nauka kembali membungkuk, merapatkan diri dan menyapukan bibirnya pelan pada bibir Ayuri.

"...Be-benar, kan? Aku tidak apa-apa!" ujarnya sedikit terbata-bata, pipinya bersemu merah.

Ayuri tersentak sedikit sewaktu Nauka menciumnya melalui bibir dengan bibir. Dia dapat merasakan sentuhan hangat sewaktu bibir pria itu melekat ke dirinya. Tak lama kemudian, Nauka melepaskan ciumannya.

"...Be-benar, kan? Aku tidak apa-apa!" ujarnya sedikit terbata-bata, pipinya bersemu merah.

"..." wanita berkacamata ini terdiam, menyentuh bibirnya dengan jarinya yang lentik. Dia awalnya tidak mengatakan apa2, namun...ia merogoh sesuatu dari kantong celananya dan mengambil 2 benda, satu adalah gelang yang sempat diberikan oleh Nauka kepadanya beserta lainnya serta saputangan yang warnanya sudah sangat lapuk; tidak lain darah dari Azure yang pernah dibersihkan oleh Kurot, penjaga perpustakaan 7 tahun yang lalu.

"...benda2 ini melindungiku... membuatku untuk bertahan hidup hingga sekarang..." ucap Ayuri kepada Nauka sambil memperlihatkan kedua benda itu.

"...aku tidak bisa membohongi perasaanku sekarang...sejak kau hadir di sini..." lanjutnya mengeluarkan air mata lagi meski dalam sisi wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun.

"...sejak 7 tahun yang lalu...aku sadar...siapa yang aku pikirkan..."

"Kamu benar-benar mau menikahiku?" tanya Nauka pelan.

"..." wajah Ayuri tertunduk, tidak melihat wajah pria yang ada di hadapannya. Malukah?

"...jika kita dari awal dahulu?" tanyanya masih tidak ingin melihat wajah Nauka. "...terserah kau saja..."

"Kalau terserah aku, mungkin kamu tidak akan suka," Nauka membentuk senyum asimetris, raut wajahnya hangat, tapi sulit terbaca maksudnya. "Berhentilah memberikan orang lain hak untuk menentukan hidupmu. Pilihanmu kan hakmu, Ayuri."

Ayuri menggelengkan kepalanya. "...tidak apa2...aku sudah siap...mendengar jawabanmu..."

"Aku mengajakmu menikah," balas Nauka, mengingatkan. Entah itu serius atau tidak, tampaknya ia ingin mendesak Ayuri untuk memiliki pilihannya sendiri.

"..." Ayuri sekali lagi terdiam. Benarkah ia ingin menikah tanpa belum tahu lebih dalam mengenai pria itu?

"...bagaimana jika kita dari awal saja?" tanya Ayuri yang sama seperti sebelumnya. Sepertinya dia berubah pikiran.

"Ya, itu juga boleh," Nauka tersenyum puas, sepertinya memang ini jawaban yang di harapakannya. "Sekarang aku boleh memelukmu kapanpun aku mau, ya?"

Ia melingkarkan kedua lengannya yang panjang di sekeliling leher Ayuri dan mengendus rambut halus wanita itu. Ia mengecup pelan pipi Ayuri, kali ini kecupannya lebih lama.

"Sekarang kamu akan jujur padaku, kan?"