Let's play together XD

"Canon masih tidur?" pertanyaan yang sama dilontarkan Suika. Pertanyaan akan keadaan Canon. Gadis kecil yang ramah dan bersahabat. "Masih," senyumnya gemas pada Suika. Semakin lama hari semakin sore dan perlahan matahari mulai turun merendah, langit merahnya yang panas dan menyilaukan, meskipun begitu ia menikmati cuacanya.

Pandangannya beralih pada Kuro yang kebetulan sedang tersenyum—meskipun senyumnya kaku, seraya menjawab pertanyaannya, "Ah, Hanya berjalan jalan saja. Anda sendiri sedang menjemput anak anda?"

'Berjalan-jalan'? Terkesan seperti seorang pedophil yang mencari mangsa, lagipula, ini gedung Elementary. Tempat yang tak wajar untuk dijadikan tempat jalan-jalan, kalaupun Kuro menyukai anak kecil tindakan yang ditunjukkannya pada Suika bukanlah tindakan yang menunjukkan ia menyukai anak kecil. "Ada keperluan," jawabnya pendek namun ramah.

"Nghh..." Mendengar suara-suara di telinganya, membuat Canon terbangun dari tidur nyenyaknya dipelukan Hime. Tangan kecilnya mengucek-ngucek matanya karena baru bangun, pandangan dan pikirannya masih belum sadar sepenuhnya. Ia melihat seorang pemuda disamping Hime. "..Siapa kakak itu?" tanya Canon kepada Hime.

Ada keperluan kah? Seorang wanita tua ini ada keperluan disini, yah tak heran, namanya juga nenek nenek yang sedang mencari anak anaknya. Sekarang ia yang dipeluk oleh wanita tua itu bangun. Menanyakan siapa namanya.

"Hmph, Jadi ada urusan ya..."

"..Siapa kakak itu?" ujarnya dengan suara kecil karena masih mengantuk, "Muridku." senyumnya pada bocah 8 tahun tersebut. "Mau kembali ke asrama? Suika juga, sudah sore."

"Hmph, Jadi ada urusan ya..." iye, markas laten kan ada di gedung SD, boss

"Begitulah," jawabnya ramah. Entah apa yang ada di dalam benak pemuda ini. Ekspresi kakunya tidak dapat ditebak.

Hmph... Kuro melihat kearah gadis tersebut dan bocah tersebut sekarang memandang dengan tatapan yang cukup ramah kepada mereka berdua. Entah mengapa diotaknya terlintas, kapan aku bisa punya anak ya... Buang jauh jauh pikiranmu itu Kuro, Kau ikut jalur pedang = tidak menikah.

"Lalu apakah disini ada Dojo?"

"Lalu apakah disini ada Dojo?" wanita berambut pink itu terdiam, tampak sedang berpikir. "Mm, sepertinya tidak ada." jawabnya kemudian, "Aku tidak pernah mendengar ada Dojo di tempat seperti ini, tapi kalau mau buat klubnya kurasa bisa." senyumnya ramah.

Quote :

"Muridku."
"Mau kembali ke asrama? Suika juga, sudah sore."

"Mau sama mama.." Canon kembali memeluk Hime yang sudah seperti ibunya. Bola mata biru milik Canon menatap pemuda berambut berdiri dengan tatapan polos dan penuh dengan keingin tahuan. Ada sebuah pedang di genggaman pemuda itu. "Kakak, itu apa?" tanya Canon menunjuk pedang milik Kuro.

"Kakak, itu apa?"

Anak kecil ini nampaknya ingin mengikuti jalur pedang? Terlalu kecil untuk mengikuti hal ini tetapi jalur pedang harus dimulai sejak kecil bukan? Mungkin memperkenalkannya dengan sebuah pedang tidak ada salahnya.

"Sebuah pedang..." Ujarnya singkat terhadap anak tersebut.

Sesungging senyum simpul terlukis di wajah Hime, respon yang ditujukannya pada Canon atas pernyataannya barusan. Rasa keingin-tahuan Canon akan benda yang dibawa oleh Kuro direspon dengan baik oleh pemuda berambut hitam tersebut. Hime membiarkan bocah kecil itu berkutat dengan objek—yang sebetulnya berbahaya, itu.

"Mau kembali ke asrama? Suika juga, sudah sore." , tanya Hime kepada Suika dan Canon. Suika mengangguk kecil kepada Hime kemudian dia memperhatikan Chrno sebelum berbicara lagi

"Kenapa Paman membawa pisau panjang? Mau dipakai buat apa?", tanya Suika kepada Chrno. Suika masih belum tahu pedang itu seperti apa dan dimatanya, pedang yang dibawa oleh Chrno itu mirip dengan pisau dapur yang ada di panti asuhannya dulu hanya saja ukurannya jauh lebih panjang daripada itu.

"Kenapa Paman membawa pisau panjang? Mau dipakai buat apa?",

Paman lagi #$%^&*()))))))*%$#$%^&

Perkataan tersebut membuat Kuro menjadi sedikit kesal kearah anak tersebut. Ia menunduk dan mensejajarkan kepalanya kearah anak tersebut, menatap kearah kedua mata bulat anak tersebut dengan kedua mata gelapnya.

"Hmp? Dipakai untuk memotong..."

"Hmp? Dipakai untuk memotong...", ujar Chrno sambil menunduk dan menatap ke arah Suika dengan kedua matanya yang berwarna gelap itu. Suika balik memandangi mata Chrno yang gelap dan terlihat galak itu.

"Ooh... Paman mau memasak ya?", balas Suika dengan polosnya. Padahal orang biasa pasti sadar kalau Chrno sepertinya kesal kepada Suika, tapi berhubung kadang Suika sering tidak sadar dengan hal itu ya dia pun tidak merasakan hal seperti itu.

"Ooh... Paman mau memasak ya?"

Awawawawawaw, Kuro lama lama bisa menjadi stress akibat ini mendengar perkataan anak kecil yang sangat polos itu. Memasak, memotong dirimu kalau Kuro perlu. Sabar, tidak boleh mudah terprovokasi. Masih menatap kearah kedua mata yang bulat tersebut.

"Kurasa iya..."

"Kurasa iya...", jawab Chrno dengan singkat tapi sepertinya dengan nada yang sedikit berbeda. Apa jangan-jangan dia kesal dengan Suika ya? Tapi Suika kan tidak berbuat apa-apa kepada dia.

"Paman sedang kesal dengan Suika? Tampangnya kok sedikit muram"

"Paman sedang kesal dengan Suika? Tampangnya kok sedikit muram"

Baru sadar ya kau anak kecil? Tatapan Kuro menatap kedua bola mata tersebut dengan dingin, seakan mau menjawab begitu, tetapi apakah itu perlakuan yang pantas bagi seorang laki laki untuk membuat perempuan menangis? jawabannya tidak.

"Tidak koq..." Ujarnya masih dengan nada yang sama

"Tidak koq...", balas Chrno masih dengan nada yang sama seperti sebelumnya. Hmm, kalau dia tidak kesal kenapa wajahnya tidak tersenyum ya? Apa dia tidak bisa tersenyum ya? Suika mendekat ke arah Chrno.

"Kalau begitu, bagaimana kalau Paman tersenyum? Kalau manyun terus seperti itu tampang Paman jadi jelek", ujar Suika terus terang kepada Chrno

"Kalau begitu, bagaimana kalau Paman tersenyum? Kalau manyun terus seperti itu tampang Paman jadi jelek",

Ergh... Tersenyum, Kau... @#$%^&*()_&$%^&*(

Kuro menatap kearah kedua mata bundar tersebut dengan tatapan yang sama, lalu mencoba untuk tersenyum sedikit kearah anak kecil tersebut. Tetapi nampaknya tetap tidak bisa.

"Oh, iya, Siapa namamu?"

"Kalau begitu, bagaimana kalau Paman tersenyum? Kalau manyun terus seperti itu tampang Paman jadi jelek," perkataan gadis kecil itu barusan membuat Hime tersenyum geli, tangannya mengusap lembut rambut Suika seraya berkata, "Kurasa itu ide yang bagus. Sedari tadi pemuda ini tidak tersenyum dan hanya menjawab pertanyaanmu pendek-pendek."

Selang pernyataan Suika barusan, Kuro menanyakan nama dari Suika. Ehm, mungkin Ia bukan seorang yang teliti. Sedari tadi dirasanya Suika menyebut namanya berulang-ulang sebagai kata ganti 'Aku', entah kenapa hal tersebut membuat Hime kembali tersenyum geli.

Chrno mencoba tersenyum tapi sepertinya tetap saja gagal. Sepertinya dia memang bukan tipe orang yang bisa memasang topeng untuk menutupi perasaannya itu. Ukh, Suika salah apa ya dengannya? Tiba-tiba Hime membelai rambut Suika sambil memberikan komentar, "Kurasa itu ide yang bagus. Sedari tadi pemuda ini tidak tersenyum dan hanya menjawab pertanyaanmun pendek-pendek."

"Oh, iya, Siapa namamu?", tanya Chrno kepada Suika.

"Namaku Suika. Nama Paman siapa?" jawab Suika sambil balik bertanya kepada Chrno.

"Kurasa itu ide yang bagus. Sedari tadi pemuda ini tidak tersenyum dan hanya menjawab pertanyaanmu pendek-pendek."

Kuro menatap tajam kearah wanita tua tersebut dan seakan mau menjawab, iya, seharusnya kau juga berkaca kau wanita tua. peduli setan Kuro dengan perkataan wanita tersebut, lalu ia menjawab komentar yang dilontarkan wanita tersebut.

"Mungkin..."

"Namaku Suika. Nama Paman siapa?"

"Panggil saja aku Kuro." ujarnya singkat

Canon hanya memperhatikan Suika berbicara dengan Hime dan pemuda yang membawa pedang tersebut. Sesekali menguap karena masih mengantuk. Canon mengeratkan pelukannya kepada Hime, rasanya ia enggan untuk berpisah dengan gadis berambut pink ini. Pandangan Canon tertuju pada pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Kuro.

"Kakak Kuro, suka pedang?" tanya Canon polos penuh keingin-tahuan.

"Kakak Kuro, suka pedang?"

Ah, Nampaknya bocah yang dipeluk wanita tua tersebut akhirnya berbicara juga, berbicara masalah pedang kah? Iya, itupun kalau kuping kuro tidak rusak karena harus berbicara dengan mahluk tuhan yang menyebalkan ini.

Menatapnya dengan mata tajam.

"Iya, aku suka akan pedang, Ikuti Jalur pedang dan kau akan merasakannya."

Quote :

"Iya, aku suka akan pedang, Ikuti Jalur pedang dan kau akan merasakannya."

"Kakak Kuro... Kuat?" Pertanyaan itu mendadak meluncur dari mulut anak laki-laki itu. Canon menatap Kuro dengan penuh rasa ingin tahu. Sepertinya, Kuro terlihat seperti pahlawan-pahlawan yang sering muncul di acara-acara televisi anak-anak alias Kamen rider dan sebagainya. "Kakak pasti kuat!" soraknya kembali.

"Kakak Kuro... Kuat?"

"Kakak pasti kuat!"

Kuat? Kau rasa aku kuat? Rasanya biasa saja, mengingat kata kuat entah mengapa Kuro menjadi teringat akan Laiko, rasanya ingin sekali ia mencincang manusia tersebut, Kuro menatap kearah bocah tersebut.

"Rasanya tidak."

"Panggil saja aku Kuro." , ujar Chrno singkat. Kuro? Hitam? Apa karena pakaian dan rambutnya hitam jadi namanya itu Kuro? Atau itu nama panggilannya saja? Yah, mungkin namanya mirip seperti Suika. Nama Suika bukan ditulis dengan kanji untuk buah semangka tapi banyak yang memanggilnya semangka. Sementara itu Canon asik memandangi pedang yang dibawa-bawa oleh Kuro dan bertanya apakah Kuro suka dengan pedang atau tidak. Kuro membalas dengan berkata kalau Canon mengikuti jalan pedang maka Canon akan merasakannya. Itu membuat Canon sepertinya senang sekali dan bertanya-tanya apakah Kuro itu kuat atau tidak.

"Paman, jalan pedang itu apa? Nama jalan? Nama teknik?", tanya Suika lagi kepada Kuro.